Minggu, 24 Agustus 2014

Financial Inclusion, Banchless Banking, UPLK (Unit Perantara Layanan Keuangan), Financial Literacy

Implikasi Program Financial Inclusion terhadap Financial Literacy Masyarakat dalam Pengelolaan Keuangan Personal melalui 
Unit Perantara Layanan Keuangan (UPLK) atau Branchless Banking
(Diajukan untuk memenuhi Laporan Praktek Kerja Lapangan 
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang)
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
       Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berhasil bergabung dalam kelompok G20 sehingga dapat direpresentasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk
dalam kelompok pendapatan tertinggi di dunia (Limbong, 2014). Pencapaian ini dapat dijadikan tonggak prestasi bagi Indonesia di masa transisi ini dengan berhasil mensejajarkan dirinya bersama negara-negera maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Italia, dan negara-negara maju peraih G20 lainnya. Indonesia juga berhasil meraih peringkat 10 ekonomi terbaik dunia berdasarkan GDP yakni sebesar US$ 4.7 triliun per tahun. Hal ini tentu menjadi salah satu prestasi yang luar biasa bagi
Indonesia. Namun, hal ini justru diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan bahkan mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik telah merilis data laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II tahun 2014 hanya mencapai 5,12%. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya, yang sebesar 5,21%. Tidak hanya itu, tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan level terendah yang pernah dicapai sejak 2009. Sejumlah faktor dinyatakan sebagai penyebab melambatnya pertumbuhan. Faktor kondisi global antara lain akibat belum pulihnya perekonomian dari resesi, yang merupakan dampak kebijakan tappering off oleh pemerintah AS. Juga menurunnya tingkat konsumsi dan investasi yang menyebabkan ekonomi tidak mampu tumbuh lebih baik daripada triwulan I sebesar 5,21%. (Media Indonesia, 2014).
       Menurunnya tingkat konsumsi dan investasi ini merupakan salah satu dampak dari rendahya literasi keuangan yang ada pada masyarakat Indonesia. Menurut Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti Soetiono yang dikutip Kusuma (2014) mengatakan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, bahkan di bawah Thailand. Di Malaysia, tingkat literasi keuangan masyarakatnya mencapai 66%, Singapura mencapai 98%, sedangkan Thailand mencapai angka 73%, sementara Indonesia masih pada angka 28%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal jasa keuangan karena kondisi geografis. Kondisi geografis Indonesia berbeda dengan negara-negara ASEAN pada umumnya. Sekitar 60% masayarakat Indonesia berada pada pedalaman, sehingga tidak bisa dikaitkan langsung dengan Singapura yang populasinya kecil (detik.com., 2014). Berdasarkan presentase tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi partisipasi layanan akses jasa keuangan khususnya pada daerah pedalaman tersebut susah diterapkan, sehingga banyak dari kalangan tersebut yang masuk dalam kategori unbanked people. Kondisi ini terjadi pada orang-orang yang tidak pernah menyentuh akses jasa keuangan perbankan. Menurut Bappenas yang dikutip Yulianti (2013) menyatakan bahwa penduduk Republik Indonesia yang memiliki rekening tabungan dalam bank masih sekitar 20%. Sebagian besar dari mereka cenderung menggunakan metode penyimpanan uang yang masih tradisional di dalam rumah tanpa digunakan sebagai apapun. Hal ini merupakan salah satu metode saving yang tidak produktif dan menimbulkan aktivitas konsumsi yang lemah layaknya daya beli yang rendah maupun aktivitas investasi yang sama sekali tidak menimbulkan perputaran uang dalam peredaran. Kondisi ini sudah sangat wajar dialami oleh sebagian besar orang yang berada dalam keadaan geografis pedalaman dan tidak terjangkau oleh akses pelayanan jasa keuangan seperti perbankan.
       Melihat kondisi tersebut, diperlukan suatu tindakan tepat yang dapat menjadi penyelesaian sulitnya mengakses pelayanan jasa keuangan tersebut. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Indonesia juga memiliki tanggung jawab terhadap hal tersebut. Sebagai otoritas moneter, perbankan, dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, seiring dengan munculnya program financial inclution yang menjadi salah satu fokus negara-negara yang tergabung dalam G-20. Pada bulan Juni 2012, Bank Indonesia bekerjasama dengan Sekretariat Wakil Presiden - Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Badan Kebijakan Fiskal  Kementerian Keuangan mengeluarkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Strategi ini berisi kerangka kerja, implementasi, dan langkah pelaksanaan keuangan inklusif. Di dalam booklet keuangan inklusif yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (2014) dijelaskan bahwa dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, perbankan memiliki peran yang besar untuk menjadi motor penggerak kegiatan keuangan inklusif mengingat perbankan Indonesia memiliki share kegiatan keuangan sampai dengan 80%. Namun demikian keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya terkait dengan tugas Bank Indonesia, namun juga Pemerintah dalam upaya pelayanan keuangan kepada masyarakat luas. Keuangan inklusif ini merupakan strategi pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan, dan stabilitas sistem keuangan. Melalui strategi nasional keuangan inklusif diharapkan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan tercipta secara baik dan terstruktur.
        Di dalam penerapan financial inclusion tersebut, Bank Indonesia adalah satu pihak yang berperan penting dalam mengimplementasikan Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Bersama dengan pemerintah, Bank Indonesia berupaya menerapkan sistem Branchless Banking yaitu melalui UPLK (Unit Perantara Layanan Keuangan). UPLK hadir sebagai salah satu misi inklusi keuangan. UPLK adalah kegiatan pemberian jasa layanan sistem pembayaran dan perbankan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik bank, namun dengan menggunakan sarana teknologi dan jasa pihak ketiga seperti agen. Asisten Gubernur Bank Indonesia, Mulya Effendi Siregar yang dikutip dalam Wiyanti (2013) menekankan bahwa pentingnya memiliki agent banking yang dapat dipercaya. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap agent banking, BI mengeluarkan beberapa syarat diantaranya adalah individu maupun kelompok yang menjadi agent banking adalah warga setempat. Selain itu, agent banking telah memiliki usaha atau bisnis utamanya paling tidak sudah berjalan selama dua tahun. Sebagai agent banking, para agen UPLK memiliki tanggung jawab dan aktivitas meliputi menerima dan meneruskan aplikasi pembukaan rekening tabungan, cek saldo, titipan setoran (cash-in), penarikan simpanan (cash-out), transfer, sarana pembayaran program pemerintah, pembayaran, penyaluran dana (kredit), pemberian kredit mikro, kegiatan yang bersifat penyampaian informasi, edukasi, dan handling dispute. Melalui tugas untuk mengedukasi, UPLK juga bertanggung jawab atas literasi masyarakat sekitar terhadap keuangan, bukan hanya tentang produk pelaksanaan UPLK melainkan juga terkait tentang pengelolaan keuangan personal masyarakat terkait dengan pendapatan, konsumsi, dan investasi. Tercapainya tujuan pelaksanaan financial inclusion tersebut dilakukan oleh seluruh stake holder termasuk Bank Indonesia demi tercapainya stabilitas sistem keuangan yang bersifat inklusif sehingga dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas secara berkelanjutan.
1.2    Rumusan Masalah
-  Bagaimana kondisi financial literacy masyarakat Indonesia?
- Bagaimana konsep financial inclusion diimplementasikan menjadi sarana perluasan akses jasa  keuangan?
- Bagaimana sistem UPLK (Unit Perantara Layanan keuangan) dapat meningkatkan financial literacy masyarakat dalam mengelola keuangannya?
-  Bagaimana multiplier effect penerapan financial inlusion terhadap perekonomian Indonesia?

1.3    Tujuan Penulisan

-  Untuk mengetahui kondisi financial literacy masyarakat Indonesia
- Untuk mengetahui bentuk implementasi dari konsep financial inclusion yang digunakan menjadi sarana perluasan akses jasa keuangan
-  Untuk mengetahui sistem UPLK (Unit Perantara Layanan keuangan) dapat meningkatkan financial  literacy masyarakat dalam mengelola keuangannya
-  Untuk mengetahui multiplier effect penerapan financial inlusion terhadap perekonomian Indonesia

1.4    Manfaat Penulisan
- Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan informasi terkait sistem aplikasi konsep financial inclusion yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia
-  Bagi Bank Indonesia, dapat memberi rekomendasi dan informasi lain terkait upaya Bank Indonesia dalam memperluas akses jasa keuangan terhadap unbanked people
- Bagi masyarakat umum, dapat memberikan informasi gambaran terkait dengan kondisi financial literacy masyarakat dan upaya untuk menanggulanginya melalui program financial inclusion
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kebanksentralan
2.1.1 Bank Indonesia

A.   Status dan Kedudukan Bank Indonesia
1) Lembaga Negara yang Independen
   Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang umum secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
2) Sebagai Badan Hukum
     Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
B.   Visi, Misi, dan Sasaran Strategis Bank Indonesia
1) Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
2) Misi Bank Indonesia
•    Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
•    Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
•    Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
•    Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
3) Nilai-Nilai Strategis
Trust and Integrity
Membangun kondisi saling menghormati dan mempercayai secara internal dan eksternal melalui keterbukaan, kehandalan, dan konsistensi antara pikiran, ucapan, dan tindakan yang didasari oleh nilai-nilai moral dan etika
Professionalism
Bekerja dan bertanggung jawab atas dasar kompetensi terbaik yang dilakukan secara independen, antisipatif, rasional, dan obyektif
Excellence
Senantiasa melakukan yang terbaik dengan mengedepankan penciptaan niai tambah yang prima untuk mencapai keunggulan yang berkelanjutan menuju kesempurnaan
Public Interest
Senantiasa mengutamakan dan melindungi kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan dalam melaksanakan mandate dengan penuh dedikasi, adil, dan bertanggung jawab
Coordination and Teamwork
Membangun sinergi yang berkesinambungan secara internal dan eksternal melalui kolaborasi dan komunikasi yang menghasilkan komitmen yang memberikan nilai tambah dengan dasar saling percaya, saling menghargai, dan semangat interdependensi
4) Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan Visi, Misi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu:
•    Memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran
•    Menjaga stabilitas nilai tukar
•    Mendorong pasar keuangan yang dalam dan efisien
•    Menjaga SSK yang didukung dengan penguatan surveillance SP
•    Mewujudkan keuangan inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis
•    Memelihara SP yang aman, efisien, dan lancar
•    Memperkuat pengelolaan keuangan BI yang akuntabel
•    Mewujudkan proses kerja efektif dan efisien dengan dukungan SI, kultur, dan governance
•    Mempercepat ketersediaan SDM yang kompeten
•    Memperkuat aliansi strategis dan meningkatkan persepsi positif BI
•    Memantapkan kelancaran transisi pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK.
C.   Tujuan Bank Indonesia
      Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
D.   Organisasi Bank Indonesia
    Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur yang terdiri dari seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang atau sebanyak-banyaknya 7 orang Deputi gubernur yang diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap BI, dibentuk Badan Supervisi dalam upaya meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia. Secara garis besar, tugas BI dilaksanakan melalui 4 sektor satuan kerja (sektor moneter, sektor sistem pembayaran, sektor manajemen intern, dan jaringan kantor yang terdiri dari KPw BI DN (Kantor Perwakilan BI Dalam Negeri) dan KPw BI LN (Kantor Perwakilan BI Luar Negeri)) yang semuanya bertanggung jawab kepada Dewan Gubernur.
2.1.2    Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang
A.    Sejarah Singkat Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang 
     Bank Indonesia yang kita kenal sekarang merupakan hasil nasionalisasi dari sebuah bank milik Hindia Belanda bernama De Javasche Bank NV yang didirikan pada tanggal 24 Januari 1828. Oleh pemerintah Hindia Belanda De Javasche Bank NV didirikan sebagai bank sirkulasi yang bertugas untuk mencetak dan mengedarkan uang. Pada 1953 ditetapkan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia yang menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan peran De Javasche Bank NV sebagai bank sentral. Secara de yure, Bank Indonesia Malang lahir bersama-sama dengan kelahiran Bank Indonesia secara nasional, yakni sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Bank Indonesia.
     Cikal bakal Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang adalah De Javasche Bank Malang yang berdiri pada tanggal 1 Desember 1916. De Javasche Bank pada waktu itu sebenarnya berfungsi sebagai bank sirkulasi. Namun dalam prakteknya De Javasche Bank juga bergerak di bidang komersial yaitu menerima deposito, memberikan kredit, melakukan jual beli emas dan perak batangan. Fungsi ganda ini menyebabkan De Javasche Bank selalu mempertimbangkan prospek usaha di wilayah yang akan dimasuki dalam mengembangkan wilayah operasi dan organisasinya, termasuk pada waktu akan membuka kantor cabangnya di kota Malang.
     Data jumlah dan luas perkebunan sekitar Malang seperti Kabupaten Probolinggo, Lumajang pada saat ini di mana daerah tersebut merupakan wilayah kerja KPw BI Malang menjadi bukti kuat bahwa dibukanya kantor cabang De Javasche Bank di Kota Malang adalah pertimbangan prospek daerah yang sesuai dengan bidang usaha pemberian kredit De Javasche Bank di sektor perkebunan
Pada masa penjajahan Jepang semua kantor De Javasche Bank ditutup dan fungsinya sebagai bank sirkulasi digantikan oleh Nanpo Kaihatsu Ginko. Pada tanggal 19 September 1945 Dewan Menteri Keuangan RI mengambil keputusan mendirikan Bank Negara Indonesia yang fungsinya merupakan penjelmaan dari Jajaran Pusat Bank Indonesia adalah sebagai bank sirkulasi untuk Indonesia. Namun dalam prakteknya fungsi tersebut tidak berjalan karena BNI terlalu banyak bergerak di bidang kredit komersial dan sebagai bank umum. Bedasarkan keputusan KMB Den Haag tahun 1949 sebenarnya yang berfungsi sebagai bank sentral adalah De Javasche Bank sedangkan BNI sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD). Akhirnya berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1951 pada tanggal 15 Desember 1951 De Javasche Bank di nasionalisasi seperti dimuat pada Lembaran Negara Tahun 1951 No. 120.
B.    Organisasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang
     Menunjuk pada Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor 9/4/PDG/2007 tanggal 26 Maret 2007, yang kemudian diatur pelaksanaannya dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/INTERN/2007 bahwa Struktur organisasi masing-masing KPw BI merupakan cerminan dari fungsi dan beban tugas seluruh kegiatan yang dilakukan KPw BI dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan tentang Pedoman Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia.

   Gambar 2.2 Struktur Organisasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia

2.2    Financial Inclusion
2.2.1 Definisi Financial Inclusion

      Menurut Bank Indonesia (2014), financial Inclusion didefinisikan sebagai bentuk strategi nasional keuangan inklusif yaitu hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabatnya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat, dengan perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produktif, pekerja migran, dan penduduk di daerah terpencil. Financial inclusion ini merupakan bentuk koreksi dari pelaksanaan financial exclusion yang dalam penerapannya hanya menguntungkan beberapa pihak atau kelompok saja. Definisi lain terkait financial inclusion menurut World Bank (2008) yang dikutip dalam Supartoyo dan Kasmiati (2013) adalah sebagai suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk hambatan baik dalam bentuk harga ataupun non harga terhadap akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan. Menurut Kementerian Keuangan RI (2013) Tujuan Utama dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif adalah untuk mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia dengan menciptakan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat
2.2.2. Visi dan Tujuan Financial Inclusion
     Visi nasional keuangan inklusif dirumuskan untuk mewujudkan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan terciptanya stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
Visi keuangan inklusif tersebut dijabarkan dalam beberapa tujuan berikut:
Tujuan 1: Menjadikan strategi keuangan inklusif sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan. Keuangan inklusif adalah strategi untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang lebih luas, yaitu penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta bagian dari strategi untuk mencapai stabilitas sistem keuangan. Kelompok miskin dan marjinal merupakan kelompok yang memiliki keterbatasan akses ke layanan keuangan. Tujuan keuangan inklusif adalah memberikan akses ke jasa keuangan yang lebih luas bagi setiap penduduk, namun terdapat kebutuhan untuk memberikan fokus lebih besar kepada penduduk miskin.
Tujuan 2: Menyediakan jasa dan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Konsep keuangan inklusif harus dapat memenuhi semua kebutuhan yang berbeda dari segmen penduduk yang berbeda melalui serangkaian layanan holistik yang menyeluruh.
Tujuan 3: Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai layanan keuangan. Hambatan utama dalam keuangan inklusif adalah tingkat pengetahuan keuangan yang rendah. Pengetahuan ini penting agar masyarakat merasa lebih aman berinteraksi dengan lembaga keuangan.
Tujuan 4: Meningkatkan akses masyarakat ke layanan keuangan. Hambatan bagi orang miskin untuk mengakses layanan keuangan umumnya berupa masalah geografis dan kendala administrasi. Menyelesaikan permasalahan tersebut akan menjadi terobosan mendasar dalam menyederhanakan akses ke jasa keuangan.
Tujuan 5: Memperkuat sinergi antara bank, lembaga keuangan mikro, dan lembaga keuangan non bank. Pemerintah harus menjamin tidak hanya pemberdayaan kantor cabang, tetapi juga peraturan yang memungkinkan perluasan layanan keuangan formal. Oleh karena itu, sinergi antara Bank, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi penting khususnya dalam mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan.
Tujuan 6: Mengoptimalkan peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memperluas cakupan layanan keuangan. Teknologi dapat mengurangi biaya transaksi dan memperluas sistem keuangan formal melampaui sekedar layanan tabungan dan kredit. Namun, pedoman dan peraturan yang jelas perlu ditetapkan untuk menyeimbangkan perluasan jangkauan dan resikonya.

2.3    Financial Literacy
      Menurut Lusardi (2008) yang dikutip dalam Nababan dan Isfanti (2013) Personal financial literacy didefenisikan sebagai pengetahuan mengenai konsep-konsep keuangan. Berdasarkan definisi lain financial literacy atau biasa disebut dengan kemelekan finansial adalah kemampuan seseorang dalam memahami pengetahuan berbagai aspek mengenai keuangan, yaitu meliputi simpanan, pinjaman, investasi, perencanaan keuangan, dan mempunyai keahlian dalam mengelola sumber daya keuangan yang dimilikinya untuk membuat keputusan yang efektif tentang keuangan demi kesejahteraan. Financial literacy sangat erat kaitannya dengan kecerdasan finansial, seseorang yang melek secara finansial akan mengantarkan individu ke tingkat kecerdasan finansial tertentu. Hal ini disebabkan karena kecerdasan finansial umumnya selalu ditunjang dengan pengetahuan yang cukup mengenai aspek-aspek finansial. Individu yang cerdas secara finansial, dapat mengelola aset dan mengumpulkan kekayaan secara lebih efektif tergantung pada tingkat kecerdasan finansial yang dimiliki orang tersebut.
       Tanuwidjaja (2009) menjelaskan bahwa karakteristik orang yang cerdas secara finansial dapat dirangkum dalam 8 intisari kecerdasan finansial yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mampu Memilah Tujuan Produktif dan Konsumtif
Tujuan produktif berarti melakukan kegiatan produksi yang dapat menciptakan barang dan jasa sehingga memiliki nilai guna bagi masyarakat. Sedangkan tujuan konsumtif berarti melakukan kegiatan konsumsi atau tindakan menghabiskan nilai
guna suatu barang sehingga mengorbankan sejumlah uang yang tidak akan pernah
kembali. Orang yang cerdas secara finansial maka akan selalu mengusahakan tercapainya tujuan produktif.
2. Mampu Membedakan Aset dan Liabilitas
Banyak liabilitas yang tampak seolah-olah sebagai aset, sehingga seseorang merasa kaya, sebagai contoh mobil dan rumah. Secara akunting memang termasuk
aset tetapi secara cashflow termasuk liabilitas karena menguras uang seseorang melalui biaya-biaya yang dikeluarkannya seperti biaya bensin dan pemeliharaan.
3. Mampu Memahami Aliran Uang
Memahami aliran uang disini adalah seperti memperhatikan roda bisnis berputar. Contohnya mengapa banyak orang rela mengorbankan sejumlah uang untuk mendapatkan barang atau jasa tertentu yang belum tentu dibutuhkannya. Mengapa banyak orang yang berhutang dan menggunakan utang untuk melakukan kegiatan konsumtif. Kemudian juga hanya sedikit orang yang ingin merekstrukturisasi asset dan membudidayakan uang agar bisa mendapatkan passive income.
4. Mampu Mencari Emas Yang Tersembunyi
Seseorang yang cerdas secara finansial, mampu melihat yang tidak mampu dilihat orang awam, sebagai contohnya sampah bisa diolah dan menghasilkan produk lain
yang dapat digunakan oleh banyak orang. Sampah adalah sesuatu yang tidak bernilai bagi sebagian besar orang, namun bagi seseorang yang mampu melihat peluang emas dapat digunakan untuk menghasilkan uang.
5. Memiliki Daya Ungkit
Daya ungkit adalah sesuatu yang membuat aset seseorang tumbuh berlipat ganda mengikuti deret waktu yang berarti aset dapat digandakan jauh lebih cepat.
6. Mampu Membuat Uang Bekerja Untuk Anda
Seseorang yang cerdas secara finansial, seharusnya tidak hanya mengandalkan besarnya pendapatan dari bekerja sebagai karyawan atau hanya mengandalkan keuntungan menjual produk tetapi menyebarkan uang ke dalam berbagai instrumen investasi berdasarkan risiko yang dapat ditoleransi.
7. Mampu Menciptakan Aset Yang Tidak Bisa Hilang Atau Dirampok Orang Meningkatkan aset berupa ilmu seperti cara berpikir adalah yang terpenting karena dapat mempengaruhi cara bertindak. Aset fisik semata dapat saja musnah seketika, tetapi aset berupa ilmu, akan melekat selalu dalam diri seseorang dan akan menyelamatkan seseorang dari perubahan yang cepat.
8. Mampu Memahami Tanda-Tanda Makro Perekonomian
Memahami tanda-tanda perekonomian sangat penting bagi orang yang cerdas finansial karena dengan mengetahui kondisi tersebut dapat muncul berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan serta potensi-potensi hambatan yang perlu diantisipasi sejak awal terhadap risiko-risiko tertentu.

2.4    Pengelolaan Keuangan Personal
      Keluarga (rumah tangga) atau dalam hal ini adalah seorang individu (personal) perlu adanya manajemen pengelolaan keuangan personal yang bertujuan untuk mengatur cash flow menjadi lebih baik. Pengelolaan keuangan ini aktivitas yang berhubungan dengan upaya seseorang mendapat sumber pendanaan yang murah biayanya dan mengalokasikannya untuk tujuan tertentu secara efisien. Oleh karena itu, konsep pelaksanaan pengelolaan keuangan ini diawali oleh suatu bentuk perencanaan keuangan (financial planning). Para pelaku perencana keuangan ini adalah pihak yang merencanakan keuangannya untuk tujuan-tujuan keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Di dalam buku The Truth About Money yang dikutip dalam Suhartini dan Jefta (2007) memaparkan 11 alasan mengapa perencanaan keuangan perlu dilakukan oleh individu maupun keluarga, yaitu untuk melindungi diri sendiri dan keluarga dari berbagai resiko yang berdampak secara financial (seperti kecelakaan, penyakit, kematian, dan tuntutan hukum), mengurangi hutang-hutang pribadi / keluarga, membiayai kehidupan saat tidak lagi berada dalam rentang usia produktif, ini berkaitan dengan naiknya tingkat ekspektasi hidup rata – rata manusia di suatu Negara, membayar biaya-biaya yang diperlukan untuk membesarkan anak, menyediakan biaya pendidikan anak sampai ke perguruan tinggi, membayar biaya pernikahan, membeli kendaraan, membeli rumah, mampu menentukan masa pensiun dengan gaya hidup yang kita inginkan, membayar biaya-biaya perawatan yang bersifat jangka panjang, dan mewariskan kesejahteraan kepada generasi berikutnya (anak, cucu, cicit, canggah).

2.5    UPLK (Unit Perantara Layanan Keuangan)
    Menurut Bank Indonesia (2013) UPLK adalah aktivitas layanan sistem pembayaran dan perbankan terbatas melalui agen. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan pemberian jasa layanan sistem pembayaran dan perbankan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik Bank/Telco, namun dengan menggunakan sarana teknologi dan jasa pihak ketiga seperti agen terutama ditujukan untuk melayani unbanked dan under banked people. Dalam istilah internasional, UPLK disebut dengan brancless banking. Sedangkan menurut Yusharto (2013) branchless banking adalah layanan perbankan tanpa perlu membuka kantor cabang. Tujuannya adalah untuk mengurangi biaya layanan perbankan. Perluasan jaringan perbankan, memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menjangkau lokasi yang terpencil di tanah air. Branchless banking menjadi salah satu pendekatan yang potensial yang bersifat non-konvensional, hal ini disebabkan perbankan kita saat ini masih bersifat konvensional. Masalah permodalan dalam sistem bank konvensional merupakan hambatan utama dalam meningkatkan layanan jasa keuangan. Pendekatan nonkonvensional seperti perkembangan e-banking, SMS banking atau mobile banking sudah diterapkan pada bank-bank besar namun terkendala pada saat pembukaan rekening.
       Elemen yang terkait dengan branchless banking adalah: 1) Banking agent yang berfungsi sebagai unit terdepan. Bentuk banking agent juga sangat beragam bisa berbentuk koperasi, toko, dll atau lembaga keuangan selain bank. Namun yang paling penting adalah dapat menimbulkan efek multiplier bagi perekonomian masyarakat. 2) Provider telekomunikasi dalam hal ini mobile banking ada di dalam teknologi ini. 3) Masyarakat di luar nasabah perbankan melalui Financial Identity Number (FIN) yang kedepannya akan disinergikan dengan Kartu Identitas Penduduk yang dikeluarkan oleh Kemendagri. Kebutuhan akan kas dalam masyarakat pedesaan khususnya kebutuhan untuk transaksi sehari-hari dan kas untuk berjaga-jaga, harus dipenuhi, sehingga pergerakan barang juga akan berputar lebih cepat. Masyarakat di daerah umumnya memiliki willingness to save lebih tinggi dibandingkan willingness to get credit. Terutama di daerah yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Financial Literacy Masyarakat Indonesia
     Indonesia termasuk salah satu negara dengan kondisi literasi keuangan masyarakatnya rendah. Menurut Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti Soetiono yang dikutip Kusuma (2014) mengatakan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia, bahkan di bawah Thailand. Di Malaysia, tingkat literasi keuangan masyarakatnya mencapai 66%, Singapura mencapai 98%, sedangkan Thailand mencapai angka 73%, sementara Indonesia masih pada angka 28%. Bahlan hal ini diperkuat oleh hasil survei indeks MasterCard (2014) yang menyatakan bahwa tingkat literasi keuangan Indonesia merupakan yang terendah ke-3 dari negara-negara Asia Pasifik.

Gambar 3.1 Indeks Pemahaman Finansial

      Berdasarkan hasil survei tersebut, terlihat bahwa Indonesia termasuk yang rendah. Bahkan dalam komponen investasi, posisi Indonesia adalah yang terbelakang dari seluruh negara Asia Pasifik. Salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya literasi tersebut adalah kurangnya antusias masyarakat terhadap produk-produk jasa keuangan. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi geografis dari beberapa wilayah di Indonesia yang sulit untuk dijangkau. Bukan hanya itu, banyaknya masyarakat Indonesia khususnya yang terletak pada daerah-daerah remote area dan termasuk dalam golongan ekonomi menengah ke bawah memiliki persepsi bahwa bank bukanlah sesuatu untuk mereka. Mereka justru dalam keseharian bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan (financial service) yang juga dilakukan bank. Namun karena persepsi, mereka cenderung melakukannya dengan lembaga yang bukan bank antara lain koperasi dan perorangan. Sehingga tidak jarang mereka akan sering berhadapan dengan transaksi kepada para rentenir. Menurut Jaya dan Gusti Ngurah (2013) persepsi tersebut antara lain: a) Berhubungan dengan bank harus memiliki uang dalam jumlah besar dan hanya untuk orang kelas menengah ke atas, b) Harus meluangkan waktu khusus ke bank karena jarak yang jauh dari tempat aktivitas sehari-hari, c) Prosedur berhubungan dengan bank cenderung banyak aturan dan wajib diikuti, d) Harus antre untuk bertransaksi yang hanya untuk kebutuhan sederhana seperti setor atrau tarik dengan jumlah kecil, e) Biaya transaksi yang mahal, misalnya biaya administrasi untuk mengirim uang, f. Produk atau layanan bank tidak dirancang untuk mereka dengan kondisi keuangan yang tidak tetap, dan g) Ada kecenderungan diskriminasi dalam pelayanan terhadap mereka, menganggap mereka tidak punya uang sehingga layanan yang diterima berbeda.
      Sedangkan menurut hasil penelitian Widayati (2012) menyebutkan bahwasanya tingkat partisipasi masyarakat untuk menempuh pendidikan hingga pada jenjang Pendidikan Tinggi berpengaruh positif terhadap tingkat literasi keuangan masyarakat baik secara kognitif maupun sikap. Hal ini mendukung kondisi fakta bahwa tingkat literasi keuangan Indonesia tergolong rendah karena partisipasi masyarakat Indonesia untuk menempuh pendidikan hingga jenjang Pendidikan Tinggi masih sangat minim. Berdasarkan sumber data yang berasal dari Badan Pusat Statistika (2013), partisipasi masyarakat yang menempuh Pendidikan Tinggi masih ada pada kisaran 19,97%. Jumlah ini menurun drastis dari tingkat SD sebesar 98,36%, kemudian SMP sebesar 90,68%, dan SMA sebesar 63,48%.
      Kondisi-kondisi seperti di atas memang membutuhkan solusi yang tepat dan cepat. Membutuhkan solusi eksternal yang berasal dari reformasi kelembagaan jasa keuangan hingga solusi internal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya melalui pendidikan. Apabila solusi-solusi tersebut dapat dilaksanakan, maka tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia akan menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Sesuai dengan hasil survei Bank Dunia yang menunjukkan bahwa masyarakat yang semakin kenal dan dapat memahami produk-produk keuangan, maka masyarakat tersebut akan hidup semakin sejahtera.

3.2    Financial Inclusion Memperluas Akses Jasa Keuangan melalui Branchless Banking
      Saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang jauh dari akses layanan jasa keuangan secara formal. Menurut bank dunia (2010) yang dikutip dalam Supartoyo dan Kasmiati (2013) mencatat hanya sebesar 47 persen dari total masyarakat penabung dan 17 persen dari total masyakarat peminjam. Sementara Global Financial Inclusion Index 2011 mengungkapkan bahwa hanya sebesar 19,6 persen jumlah orang dewasa yang memiliki account di bank. Sementara menurut hasil Survei Neraca Rumah Tangga yang dilakukan Bank Indonesia pada 2010 menyebutkan bahwa 62 persen rumah tangga tidak memiliki tabungan sama sekali. Fakta ini sejalan pula dengan hasil studi World Bank tahun 2010 yang menyatakan bahwa hanya separuh dari penduduk Indonesia yang memiliki akses ke sistem keuangan formal. Artinya ada lebih dari setengah penduduk yang tidak punya akses ke lembaga keuangan formal sehingga membatasi kemampuan masyarakat untuk terhubung dengan kegiatan produktif yang seharusnya baik dilakukan.
     Kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi aksesibilitas keuangan masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hal ini bisa diakibatkan salah satunya oleh kondisi geografis Indonesia khususnya untuk daerah pedalaman yang sangat sulit dijangkau, sehingga industri keuangan dalam hal ini perbankan tidak mudah menjangkau tempat dengan kondisi geografis tersebut. Bukan hanya itu, masih banyaknya kalangan unbanked people juga dapat diakibatkan oleh rendahnya literasi keuangan yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Mereka masih memiliki pola pikir bahwa berhubungan dengan perbankan adalah suatu hal yang rumit dan kurang praktis, ditambah pula dengan kewajiban untuk mengisi administratif serta biaya-biaya yang menurut mereka adalah biaya yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Pemikiran seperti itu yang mengakibatkan mereka untuk memilih tidak berhubungan dengan perbankan atau menjadi kalangan unbanked people. Selain faktor dari masyarakatnya, rendahnya aksesibilitas jasa keuangan juga disebabkan oleh Lembaga Keuangan. Lembaga keuangan dihadapkan pada kebutuhan biaya yang relatif besar untuk membangun jaringan kantor cabang di daerah-daerah tepencil. Sehingga keterbatasan cakupan wilayah ini turut serta dalam berkontribusi rendahnya aksesibilitas jasa keuangan untuk masyarakat secara inklusif.
     Untuk mengatasi beberapa kendala di atas, gagasan branchless banking muncul untuk menjembatani kedua kendala tersebut. Branchless banking (BB) merupakan jasa perbankan tanpa melalui kantor bank secara fisik. Berdasarkan upaya untuk mewujudkan keuangan secara inklusif demi mencapai penguatan stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia menetapkan beberapa pilar utama financial inclusion, yaitu:
1. Edukasi Financial Literacy atau akses terhadap layanan keuangan dengan memberi informasi kepada masyarakat yang belum tersentuh akan pentingnya memiliki akses
2. Elegibility atau kelayakan para nasabah agar dapat memeroleh produk yang bisa dijangkau oleh nasabah mikro
3. Regulasi yang mendorong pemda melakukan sertifikasi sehingga para nasabah layak mendapat pinjaman
4. Mendorong intermediasi yang lebih cepat dimana lembaga keuangan memformulasikan kredit yang mudah diserap pengusaha mikro
5.  Peningkatan saluran distribusi, yakni memperkenalkan layanan.

    Berdasarkan pilar-pilar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam upaya mewujudkan financial inclusion tersebut, gagasan branchless banking merupakan solusi yang tepat karena mampu menjadi gagasan yang solutif terhadap kendala-kendala yang sedang dihadapi oleh kondisi yang ada di Indonesia kini. Di dalam penerapannya, branchless banking memberikan jasa layanan keuangan dan sistem pembayaran yang dilakukan tanpa melalui kantor fisik bank, melainkan dengan menggunakan teknologi dan/atau jasa pihak ketiga terutama untuk melayani masyarakat yang belum terlayani jasa keuangan (unbanked people). Pelayanan jasa keuangan yang ada pada branchless banking ini merupakan layanan sistem pembayaran dan perbankan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat unbanked yang ada di sekitar lokasi keberadaan agen bank tersebut beroperasional, seperti jasa transfer (pengiriman) uang, menabung hasil pendapatan yang berlebih, memperoleh sumber dana untuk pendanaan modal dalam pembiayaan kegiatan produktif, bahkan dapat digunakan sebagai jasa membayar tagihan listrik, air, dan sebagainya.
     Pelaksanaan branchless banking sudah pernah diuji coba di berbagai negara, salah satunya adalah Brazil, dalam lima tahun, Caixa Economica, Bradesco, dan bank lain di Brasil berhasil memberikan layanan perbankan di 5.564 kecamatan, yang mencakup 160 juta dari 170 juta penduduk. Kini, rata-rata jarak permukiman di pedalaman Brasil dengan agen branchless banking terdekat berkurang drastis dari 52 kilometer pada awal penerapan, menjadi 24 kilometer. Bermodalkan infrastruktur perbankan dan telekomunikasi yang lebih kuat, dengan memadukan berbagai pendekatan, Indonesia semestinya juga dapat mengukir satu lagi kisah sukses branchless banking dalam menciptakan aksesibilitas jasa keuangan yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat pedalaman yang sulit dijangkau (unbanked people).

3.3 Implementasi Branchless Banking melalui UPLK dapat meningkatkan Financial Literacy Masyarakat Indonesia
     Branchless banking merupakan upaya perluasan akses jasa layanan keuangan yang non konvensional dan merupakan hal yang baru dalam industri pebankan Indonesia. Di dalam penerapannya, ada beberapa yang terlibat, antara lain: pihak perbankan, Telco, UPLK (agent banking), dan layanan pendukung lainnya, seperti agent management network. Ada beberapa model bisnis yang bisa dilaksanakan dalam implementasi branchless banking: 1) Bank Led yaitu bank yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan jasa perbankan dari awal sampai dengan akhir, 2) Telco Led yaitu perusahaan telekomunikasi bertanggung jawab terhadap kegiatan transfer dari awal sampai dengan akhir, 3) Hybrid yaitu kombinasi keduanya. Produk yang dapat digunakan mencakup produk yang diterbitkan oleh Bank dan/atau Telco yaitu e-money; dan produk yang diterbitkan oleh Bank berupa produk tabungan yang bebas biaya administrasi dan diberikan bunga, produk dan/atau aktivitas e-banking, dan penyaluran kredit mikro.
     Pada Bulan Mei hingga November 2013, Bank Indonesia telah melaksanakan uji coba (pilot project) terhadap pelaksanaan branchless banking. Seperti yang telah dijelaskan, dalam implementasinya, branchless banking membutuhkan pihak ketiga (agen bank) yang digunakan sebagai perantara antara pihak perbankan dengan masyarakat sekitar yang disebut dengan UPLK. Fungsi dari Unit Perantara Layanan Keuangan (UPLK) adalah bertindak untuk dan atas nama bank penerbit produk keuangan dan/atau telco penerbit e-money dalam memberikan layanan sistem pembayaran dan perbankan terbatas kepada nasabah yang dilakukan tidak melalui kantor fisik Bank namun menggunakan sarana teknologi dan bersifat eksklusif (satu UPLK hanya dapat melakukan kerja sama paling banyak dengan satu Bank dan/atau satu Telco). Sebagai tahap awal, Bank Indonesia telah menetapkan 8 wilayah sebagai pilot project yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. Pemilihan daerah tersebut didasarkan oleh tingkat kejenuhan perbankan yang diukur dengan variabel data PDRB, jumlah penduduk, jumlah DPK, dan tingkat potensi UMK. Saat ini terdapat beberapa bank yang siap untuk terlibat dalam pilot project tersebut yakni Bank Mandiri, BRI, BTPN, Bank Sinar Harapan Bali, dan Bank CIMB Niaga. Sasaran utama dari pelakaksanaan uji coba ini adalah untuk masyarakat yang masuk dalam kategori unbanked people yang notabene berada dalam kondisi literasi keuangan yang rendah.
     Berdasarkan data yang telah dirilis oleh Bank Indonesia, pilot project implementasi branchless banking mendapatkan apresiasi yang direspon dengan sangat baik oleh masyarakat. Jumlah agen atau UPLK mulai dari Bulan Mei hingga November 2013 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, begitu pula dengan jumlah pemilik rekening masyarakat yang ada pada daerah sampel mengalami peningkatan yang signifikan. Berikut data statistika terkait hasil uji coba implementasi branchless banking yang dirilis oleh Bank Indonesia pada tahun 2013:
Gambar 3.2 Data Statistika Perkembangan UPLK Branchless Banking

Gambar 3.3 Data Statistika Perkembangan Jumlah Rekening di UPLK

    Berdasarkan gambar di atas dapat dideskripsikan bahwa semenjak awal pilot project ini diimplementasikan pada Bulan Mei hingga November 2013 mengalami peningkatan pada jumlah agen (UPLK) yang ada mulai dari 15 unit pada Mei menjadi 159 unit ada November, terjadi peningkatan sebesar 1.060 %. Bahkan apabila dilihat pada gambar data statistika perkembangan jumlah rekening di UPLK yang awalnya pada Bulan Mei sejumlah 9 rekening menjadi 2.395 rekening, terjadi peningkatan sebesar 26.611%. Peningkatan yang signifikan tersebut hanya terjadi dalam jangka waktu 7 bulan.
      Belum lagi ditambah dengan jumlah transaksi yang terus meningkat pula pada saat pilot project dilaksanakan. Berikut pula data yang dirilis oleh Bank Indonesia terkait kondisi transaksi yang ada pada saat pilot project branchless banking:

Gambar 3.4 Data Statistika Perkembangan Transaksi Melalui Tabungan Menurut Jenisnya


Gambar 3.5 Data Statistika Perkembangan Transaksi Melalui Uang Elektronik Menurut Jenisnya
     Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa masyarakat yang ada pada daerah sampel telah melaksanakan beberapa transaksi layanan keuangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan rekening tabungan pada UPLK tidak hanya terbatas masuk dalam pendataan perbankan, melainkan juga para masyarakat telah berpartisipasi secara langsung dalam proses perputaran uang yang ada dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan masyarakat telah berhasil menuju masyarakat yang melek terhadap keuangan, tidak lagi menggunakan metode-metode tradisional dalam mengelola keuangannya, seperti hanya menyimpan tabungan di dalam rumah, dsb.
     Aktivitas yang dilakukan oleh para masyarakat seperti melakukan setoran tunai, penarikan tunai, transfer, dan pembayaran mengindikasikan bahwa mereka mulai memiliki rasa kesadaran keuangan (financial awareness). Diawali dengan kemauan untuk memiliki rekening dan kemudian melaksanakan transaksi keuangan melalui pelayanan jasa keuangan. Bentuk kesadaran keuangan ini akan berlanjut kepada financial literacy, hingga kemudian mewujudkan financial intelligence. Berdasarkan pilar utama dalam program inklusi keuangan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah bentuk edukasi keuangan. Melalui branchless banking tersebut, Bank Indonesia dapat memberikan bentuk edukasi keuangan terhadap masyarakat sekitar, dalam hal ini adalah UPLK (Unit Perantara Layanan Keuangan) dan masyarakat pada umumnya. Pada implementasi branchless banking, pihak bank sebagai tokoh utama dalam pelaksanaanya bersamaan dengan perusahaan telekomunikasi telah meyediakan bentuk pendampingan yang dilaksanakan oleh supervisor (spv) yang ditunjuk untuk memberikan sosialisasi tentang cara-cara pengelolaan keuangan personal dan memperkenalkan sistematika branchless banking, baik kepada UPLK maupun masyarakat secara umumnya. Proses ini yang kemudian dapat dikatakan bahwa implementasi branchless banking dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengedukasi seluruh lapisan masyarakat termasuk yang terletak pada remote area (daerah terpencil) demi meningkatnya financial literacy (kemelekan keuangan) dan tercapainya stabilitas sistem keuangan yang merata di seluruh Indonesia.

3.4 Multiplier Effect Penerapan Financial Inclusion terhadap Perekonomian Indonesia
     Branchless banking merupakan salah satu bentuk implementasi dari program financial inclusion yang dicanangkan oleh Bank Indonesia. Sesuai dengan visi financial inclusion yaitu untuk mewujudkan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan terciptanya stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Maka diharapkan branchless banking bisa menjadi salah satu penggerak untuk tercapainya visi tersebut. Ada beberapa bentuk efek (multiplier effect) yang dapat diwujudkan sebagai bentuk implikasi dari penerapan atau implementasi branchless banking ini, antara lain:
a. Masyarakat secara luas menjadi lebih mengerti dan memahami terkait tentang pengelolaan keuangan. Hal ini karena dengan diimplementasikan branchless banking ini masyarakat akan mendapatkann bentuk edukasi keuangan yang dilakukan oleh pihak perbankan sebagai salah satu pihak utama dalam implementasinya ini. Bentuk edukasi tersebut yang akhirnya memunculkan masyarakat memiliki financial literacy yang tinggi sehingga dapat tercapainya financial intelligence yang mendorong mereka untuk dapat berperan dalam sektor penggunaan jasa layanan keuangan pada lembaga keuangan formal.
b. Sesuai dengan siklus pergerakan hingga tercapainya bentuk financial literacy dan financial intelligence. Maka hal ini akan berdampak pada sikap kalangan masyarakat terhadap cara pengelolaan keuangan mereka. Mereka akan jauh lebih memahami bagaimana seharusnya mereka memeperlakukan uang yang didapatnya, seperti menabung sebagian sumber daya finansialnya untuk aktivitas-aktivitas produktif. Bukan hanya itu, mereka juga akan paham tentang bagaimana pengelolaan konsumsi yang harusnya mereka lakukan, sehingga tidak terjadi kendala-kendala keuangan yang kemungkinan besar akan mereka dapatkan di kemudian hari
c. Sebagian dari para masyarakat adalah pengelola UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Dari sektor UMKM sendiri, melalui pelaksanaan branchless banking ini akan menambah peluang mereka untuk lebih mudah mendapatkan akses pendanaan bagi usaha meraka, sehingga mereka dapat dengan mudah mengelola usahanya tersebut untuk berekspansi lebih luas. Aktivitas ini dapat berdampak pada penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat berkurangnya pengangguran. Bukan hanya itu, apabila aktvitas bisnis UMKM yang dilakukan cukup dapat dikatakan sukses, maka bentuk setoran tunai yang mereka setorkan dalam bentuk tabungan ke perbankan akan dapat diputar dan digunakan lagi untuk pembiayaan kredit pada sektor-sektor UMKM lainnya, sehingga ke depan dapat mewujudkan kesejahteraan secara merata.
d. Besarnya penyerapan tenaga kerja dan semakin berkurangnya pengangguran pada daerah-daerah terpencil akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan berkualitas karena diikuti oleh sebaran pendapatan yang merata dan terciptanya stabilitas sistem keuangan yang baik hingga ke wilayah yang masuk dalam kategori remote area (daerah terpencil), karena sudah terbukti bahwa sektor riil dalam hal ini UMKM merupakan salah satu tombak dalam menghadapai segala bentuk krisis keuangan global sehingga Inonesia akan bebas dari segala bentuk ancaman keuangan tersebut.
Berdasarkan beberapa bentuk implikasi yang dihasilkan oleh implementasi branchless banking ini telah mengindikasikan bahwa visi dan tujuan yang mulia dari penerapan program financial inclusion yang dicanangkan oleh Bank Indonesia tersebut dapat dicapai, sehingga Indonesia akan menjadi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas, rendahnya angka pengangguran, dan stabilnya sistem keuangan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
     Bank Indonesia merupakan bank sentral yang berupaya untuk mencapai visinya dalam pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Untuk mencapai visi tersebut, salah satu misi Bank Indonesia adalah untuk menciptakan sistem keuangan nasional yang bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional, serta mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka Bank Indonesia mencanangkan program financial inclusion yang bertujuan untuk mengakses layanan jasa keuangan hingga ke area-area dengan daerah terpencil, sehingga terwujudnya perluasan akses jasa keuangan tersebut. Salah satu bentuk kegiatan konkret yang diimplementasikan oleh Bank Indonesia adalah implementasi branchless banking atau dikenal dengan UPLK (Unit Perantara layanan Keuangan). UPLK ini merupakan salah satu mediator yang menyediakan produk dan jasa perbankan hingga ke pelosok daerah yang keberadaannya dibantu oleh agent banking sebagai pihak ketiga. Melalui proses implementasi dari UPLK ini, mengedukasi masyarakat dalam hal keuangan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan karena bersinergi dengan pilar utama financial inclusion untuk mengedukasi masyarakat perihal finance (keuangan). Berdasarkan pilot project yang dilakukan Bank Indonesia di 8 provinsi yang tersebar di Indonesia dengan melibatkan 5 perbankan dan beberapa perusahaan telekomunikasi serta agent banking yang ada pada masyarakat sekitar, hasil yang dicapai dapat dikatakan sukses karena terjadi peningkatan jumlah tabungan dan transaksi keuangan yang dilakukan oleh masyarakat secara signifikan. Hal ini dapat mendorong kepada peningkatan literasi keuangan masyarakat dan dalam jangka panjang mampu menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional dalam pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan terciptanya stabilitas sistem keuangan nasional yang baik.

4.2 Saran
     Implementasi dari penerapan branchless banking hingga saat ini masih merupakan bentuk pilot project yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengetahui sejauh mana program tersebut dapat berjalan dengan baik ketika diimplementasikan secara masif di waktu mendatang. Maka dari itu, ada beberapa hal kelemahan yang penulis dapatkan dari hasil analisis untuk kemudidan dapat ditindaklanjuti oleh Bank Indonesia ke depannya, antara lain:
a. Kondisi daerah terpencil menggambarkan tentang minimnya pengembangan infrastruktur. Untuk mengimplementasikan branhcles banking ini membutuhkan kemudahan akses dalam hal telekomunikasi, karena sasaran utama untuk membuat rekening adalah ketersediaan jaringan. Sebagian besar daerah yang benar-benar dalam kondisi geografis yang susah untuk dijangkau membutuhkan pengembangan infrastruktur sehingga dapat dengan mudah diakses oleh pihak siapapun.
b. Keberadaan agent banking yang ada dalam UPLK merupakan pihak ketiga yang lokasi dan keberadaanya secara geografis juah dari jangkauan pihak perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Berdasarkan hal itu, yang perlu menjadi perhatian adalah tingkat keamanan para agent banking tersebut dari tindakan-tindakan kriminal yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar, seperti perampokan uang. Kondisi agent banking yang memegang uang kas dalam jumlah yang cukup besar merupakan salah satu kesempatan bagi para pelaku tindak kriminal. Oleh karena itu, sebaiknya Bank Indonesia dan pihak-pihak lain juga melaksanakan koordinasi dengan tim pengamanan daerah setempat atau menciptakan sistem pengamanan yang dapat lebih menjamin kondisi keselamatan para agent banking dan uang kas yang dibawanya.
c.  Posisi yang jauh dan sistem pengawasan yang masih rendah pada UPLK jika dibandingkan dengan pelayanan perbankan pada umumnya tersebut dapat membuka peluang bagi para pelaku tindak kriminal keuangan money laundry. Bukan hanya itu, bentuk transaksi yang patut dikhawatirkan adalah pendanaan untuk tindakan-tindakan yang pro-radikal seperti aktivitas terorisme. Maka dari itu, sebaiknya Bank Indonesia juga mengambil kebijakan dalam mengatasi hal tersebut melalui teknis program APU PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris) serta meningkatkan koordinasi dengan pihak bank, perusahaan telco, agen UPLK, PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), serta KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dan pihak-pihak lain untuk mendukung program APU PTT tersebut.
d. Sebagian besar agent banking UPLK yang ada pada proses pilot project Bank Indonesia adalah para toko kelontong ataupun tokoh masyarakat sekitar. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya agent banking yang ada pada masyarakat tersebut diintegrasikan dengan koperasi atau lembaga-lembaga desa yang berbadan hukum supaya proses pengawasannya lebih mudah dan cenderung minim terjadi tindak kriminal dari eksternal.
e. Tujuan mulia program financial inclusion adalah untuk memperluas akses jasa keuangan pada daerah-daerah terpencil (remote area). Hingga pelaksanaan pilot project Bank Indonesia, proses tersebut dapat dikatakan berhasil untuk lebih meluaskan akses jasa keuangan. Namun yang perlu dipertimbangkan lagi adalah perluasan akses jasa keuangan pada daerah-daerah yang benar-benar sangat jauh dari jangakauan, seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, dan beberapa wilayah timur lainnya. Jangan sampai implementasi program financial inclusion ini berhasil diterapkan pada daerah-daerah terpencil yang notabene masih cukup mudah diakses pada daerah di sekitarnya, sedangkan daerah-daerah yang terisolasi tersebut menjadi tetap seperti pada kondisi sebelumnya. Hal ini akan justru mengakibatkan ketimpangan yang besar antara daerah-daerah Indonesia bagian barat dan tengah dengan Indonesia bagian timur, sehingga upaya perluasan akses jasa keuangan yang terwujukan tidak dapat terjadi secara maksimal.
f. Bank Indonesia bersama dengan OJK sebaiknya segera membuat peraturan secara legal dan tertulis dalam penerapan branchless banking supaya tidak ada pihak siapapun yang akan rugi dari celah kriminal yang kemungkinan dapat dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Daftar Pustaka

Anonim. (2014). Mewaspasdai Perlambatan Ekonomi. (Online). http://www.mediaindonesia.com diakses pada tanggal 14 Agustus 2014

Badan Pusat Statistika. (2014). Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Provinsi Tahun 2003-2013. (Online). http://www.bps.go.id diakses pada tanggal 17 Agustus 2014

Bank Indonesia. (2014). Booklet Keuangan Inkusif Bank Indonesia. Diambil dari Bank Indonesia. (Online). http://www.bi.go.id/id/perbankan/ keuanganinklusif/edukasi/Pages/Booklet-Keuangan-Inklusif.aspx

_____________. (2013). Layanan Keuangan Digital (Digital Financial Service). Diambil dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang

Damayanti. (2014). Literasi Keuangan Indonesia Terendah se-Asia Pasifik. (Online). http://analisadaily.com diakses pada 17 Agustus 2014

Jaya, Alit Asmara dan Gusti Ngurah. (2013). Kenapa Branchless Banking. (Online). http://branchlessbkg.blogspot.com/ diakses pada tanggal 17 Agusts 2014

Kementerian Keuangan. (2013). Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Diambil dari Kementerian Keuangan RI. (Online). www.fiskal.depkeu.go.id

Kusuma, Dewi Rachmat. (2014). Melek Keuangan Masyarakat Indonesia Masih di Bawah Singapura dan Malaysia. (Online). http://finance.detik.com diakses pada 13 Agustus 2014

Limbong, Apriliana. (2014). Masuk Kelompok G-20 itu Tidak Mudah, Kawan!. (Online). http:// politik.kompasiana.com diakses tanggal 23 Mei 2014

Nababan, Darman dan Isfenti Sadalia. (2013). Analisis Personal Financial Literacy Dan Financial Behavior Mahasiswa Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Diambil dari repository jurnal Universitas Sumatera Utara. (Online). repository.usu.ac.id

Suhartini, Dwi dan Jefta Ardhian Renata. (2007). Pengelolaan Keuangan Keluarga Pedagang Etnis Cina. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis, Volume 7, Nomor. 2.

Tanuwidjaja, William. (2009). 8 Intisari Kecerdasan Finansial. Yogyakarta: Media Pressindo

Widayati, Irin. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi Finansial Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya. Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, Volume 1, Nomor 1.

Wiyanti, Sri. (2013). BI: Agen Bank Harus Dikenal Masyarakat. (Online). http://www.merdeka.com diakses pada tanggal 13 Agustus 2014

Yulianti, Tya Eka. (2013). Bappenas: Baru 20 Persen Penduduk RI Punya Tabungan di Bank. (Online). http://finance.detik.com diakses pada 13 Agustus 2014

Yusharto, Irma. (2014). Branchless Banking sebagai Terobosan Inklusi Finansial (Tulisan untuk memperkaya perbankan di Indonesia). Diambil dari academia.edu (Online) https://www.academia.edu

Supartoyo, Yesi Handriani dan Kasmiati. (2013). Branchless Banking Mewujudkan Keuangan Inklusif sebagai Alternatif Solusi Inovatif Menanggulangi Kemiskinan: Review dan Rekomendasi. Diambil dari academia.edu (Online) https://www.academia.edu

5 komentar:

  1. Saya Widya Okta, saya ingin bersaksi pekerjaan Allah yang baik dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari untuk pinjaman di Asia dan bagian lain dari kata, karena buruk ekonomi di beberapa negara. Apakah mereka orang yang mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, tetapi mereka masih asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban dari suatu penipuan pemberi pinjaman 6-kredit, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Aku hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari utang saya sendiri, sebelum aku rilis dari penjara dan seorang teman yang saya saya menjelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya ke perusahaan pinjaman reliabl yang SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya Rp900,000,000 dari SANDRAOVIALOANFIRM sangat mudah dalam 24 jam yang saya diterapkan, Jadi saya memutuskan untuk berbagi pekerjaan yang baik dari Allah melalui SANDRAOVIALOANFIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya meminta saran Anda jika Anda membutuhkan pinjaman Anda SANDRAOVIALOANFIRM kontak yang lebih baik. menghubungi mereka melalui email:. (sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (widyaokta750@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman.

    BalasHapus
  2. Syukur kepada Allah yang maha kuasa untuk memberi saya kesempatan ini untuk berbagi kesaksian saya, saya Mrs. Indriaty Manirjo, yang Anda cari pinjaman? Saya ingin membawa ini ke semua pemberitahuan pinjaman untuk berhati-hati, karena begitu banyak perusahaan pinjaman palsu di internet. Saya telah menjadi korban dari sebuah perusahaan pinjaman palsu 4, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan pinjaman palsu yang saya kemudian mengetahui mereka adalah scam. Pada proses yang saya ditangkap oleh orang-orang yang saya berhutang kepada karena saya tidak bisa bertemu untuk kali saya berjanji untuk membayar dan saya ditangkap. Aku baru saja keluar dari penjara, ketika saya bertemu dengan seorang teman yang intoroduce saya untuk pemberi pinjaman kredit karena dia meyakinkan saya bahwa dia mendapat yang pinjaman dari dia yang MAGRETSPENCERLOANCOMPANY, jadi saya tidak punya pilihan untuk memberikan cobaan karena saya harus bertemu dengan standar hidup dan membayar utang saya dan memulai bisnis baru. Jadi saya mendapat pinjaman saya dari MAGRETSPENCERLOANCOMPANY tanpa stres, itulah alasan saya memutuskan untuk membagikan kesaksian saya kepada orang-orang yang membutuhkan pinjaman, sehingga mereka tidak akan jatuh di tangan pemberi pinjaman kredit palsu. Jika Anda membutuhkan pinjaman Anda lebih baik kontak MAGRETSPENCERLOANCOMPANY. menghubungi mereka melalui email:. magretspencerloancompany@gmail.com,.
    Anda masih bisa menghubungi saya melalui email saya untuk informasi lebih lanjut tentang indriatymanirjo010@gmail.com. Tuhan membantu Anda dan sangat berhati-hati.

    BalasHapus
  3. Q kerja di Hongkong 3 THN dlu Amat trsiksa Majikan gak baik Tiap hari di marahin kerja terus 24 jam jarang istrahat tidur mlm Kerja sampe subuh pgi klo lagi libur sekolah sibuk masak" boro" bisa istrirahat, pokoknya kerja.. kerja truss... jd TKW Bikin kapok tersiksa batin 3 THN, kebetulan wktu itu ada teman Q kenal namanya Mbah Jenggot di facebook, awalnya Q ikut-ikutan melihat temanku, ternyata setelah kubuktikan hasilnya memang luar biasa..!! katanya sering di bantu sm beliau. ternyata dia seorang guru spritual Pesugihan Anka Togel 2D sampai 6D dan Pesugihan Dana Ghaib , tp Q beranikan diri coba telpon beliau. Tp Q memilih Pesugihan Dana Ghaib nya. Alhamdulillah benar2 terbukti nyata hasilnya, Q di Hongkong bisa pulang ke indonesia degan selamat jg dah Alhamdulilah ���� jika ada teman minat ingin tlpn beliau ini nmr nya +6282291277145 smg bisa di bantu sprti Q. Amin...




    BalasHapus
  4. Casino Games Online | DrMCD
    Play the best casino 구미 출장안마 games 천안 출장안마 online. 과천 출장샵 ✓ Great variety of casino games ✓ Check out DrMCD's ✓ Best Casino Sites ✓ Get Bonus. Rating: 4.5 의왕 출장마사지 · ‎947 votes 경기도 출장마사지

    BalasHapus