Manajemen
produksi merupakan salah satu bagian dari
bidang manajemen yang mempunyai peran dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan
untuk mencapai tujuan. Untuk mengatur kegiatan ini, perlu dibuat keputusan-keputusan
yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk mencapai tujuan agar
barang dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan apa yang direncanakan. Dengan
demikian, manajemen produksi menyangkut pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan proses produksi untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan proses produksi diantaranya:
A.
BAURAN PRODUK YANG
OPTIMAL UNTUK PERUSAHAAN MULTIPRODUK
Di
dalam perusahaan multiproduk, setiap barang dan jasa bersaing untuk
ketersediaan tenaga kerja dan menggunakan kapasitas produksi perusahaan. Tujuan
manajer adalah untuk memilih komposisi antara barang dan jasa yang akan
memaksimumkan laba total untuk perusahaan. Dua langkah yang terlibat dalam
keputusan ini. Pertama, kelompok luaran yang optimal untuk setiap tingkat input
yang digunakan harus ditentukan. Kedua, memaksimumkan tingkat laba atas input
yang digunakan harus diseleksi.
Dimisalkan ada
sebuah bisnis manufaktur yang memproduksi dua barang: jaket denim dan celana
denim. Kedua item tersebut memelukan material yang sama dan banyak peralatan
yang sama. Perusahaan memiliki 1 pabrik yang dapat dioperasikan untuk 1 atau 2
shift per hari. Masing-masing shift menghabiskan waktu 8 jam dan membutuhkan 20
pekerja dengan $10 per jam, sehingga biaya tenaga kerjanya sebesar $1.600 per
jam. Shift yang kedua juga membutuhkan tambahan ekstra sebesar $200 per hari.
Selama
masing-masing shift, pabrik dapat digunakan untuk memproduksi beberapa proporsi
jaket dan celana yang diinginkan. Namun, semua peralatan tidak seimbang untuk
memproduksi jaket dan celana. Jadi ketika ada jaket lebih yang diproduksi, maka
peningkatan produksi celana harus dibatalkan. Garis
JP1 pada gambar di atas menunjukkan semua kombinasi antara jaket dan celana yang
dapat diproduksi setiap hari dengan satu shift pekerja. Hal ini menggambarkan
bahwa ada trade-off produksi antara 2
barang. Bentuk mangkuk mengindikasikan bahwa peningkatan biaya peluang dari
produksi lebih baik. Pada beberapa poin, kemiringan JP1 bersinggungan
pada titik yang ada mengindikasikan tingkat barang jaket yang dapat
disubstitusi dengan celana selama shift yang pertama. Trade-off ini menunjukkan tentang marginal rate of transformation (MRT).
Apabila
biaya bahan denim yang digunakan untuk membuat pakaian adalah $1.000 per shift
dan tidak terpengaruh oleh bauran produk. Jadi total biaya operasi shift yang
pertama adalah $2.600 (terdiri atas $1.600 biaya tenaga kerja dan $1.000 untuk bahan
denim). Informasi ini menunjukkan bahwa garis JP1 diinterpretasikan
sebagai sebuah kurva transformasi produk. Hal ini menunjukkan semua kombinasi
jaket dan celana yang dapat diproduksi adalah dengan biaya total sebesar
$2.600.
Asumsi
berikutnya adalah bahwa perusahaan beroperasi dengan pasar persaingan sempurna
dan menghadapi sebuah kurva permintaan horizontal untuk setiap barang, dan
setiap jaket dapat dijual untuk $30 dan setiap sepasang celana untuk $20. Garis
TR pada gambar di atas menunjukkan garis isorevenue. Garis-garis tersebut
menunjukkan semua kombinasi jaket dan celana yang akan menghasilkan pemberian
total penerimaan untuk perusahaan. Contoh, TR2 sebesar $3.400
penerimaannya dan TR3 menggambarkan sebesar $3.800 penerimaannya.
Slope dari masing-masing garis penerimaan ini adalah negatif pada harga celana
yang terbagi dengan harga jaket (atau - (20/30)). Tanda negatif tersebut menunjukkan
kecenderungan slope yang turun pada garis penerimaan.
Untuk
total biaya, maksimisasi laba membutuhkan seorang manajer peusahaan memilih
bauran produk yang memaksimalkan total penerimaan. Hal ini terjadi pada poin
dimana garis penerimaan terbesar adalah bersinggungan dengan kurva transformasi
produk. Pada gambar, untuk shift yang pertama ini terjadi pada titik A, dimana
TR1 bersinggungan dengan JP1. Pada titik tersebut,
penerimaannya sebesar $3.000 dan biayanya sebesar $2.600. Jadi untung sebesar
$400.
Pada
titik yang bersinggungan, slope pada garis isocost dan isorevenue adalah
seimbang. Tapi slope pada garis isocost adalah tingkat marjinal transformasi
dan slope pada garis isorvenue adalah negatif pada rasio harga. Jadi berikut
adalah laba maksimum bauran produk:
MRT
= - (Pp/Pj)
MRT adalah tingkat
dimana dua barang dapat disubstitusikan dalam produksi. Jadi ini
merepresentasikan biaya peluang satu barang pada termin yang lainnya. Rasio
harga merepresentasikan nilai relatif dari dua barang untuk perusahaan di dalam
ruang pasar. Oleh karena itu, bauran produk yang optimal adalah dimana biaya
relatif sama dengan nilai relatif. Jika satu barang membuat suatu kontribusi
lebih besar terhadap penerimaan daripada untuk biayanya, lebih dari barang
tersebut sebaiknya diproduksi.
Langkah kedua untuk
manajer perusahaan multiproduk adalah memutuskan untuk menggunakan 1 atau 2
shift. Kombinasi laba maksimum ketika kedua shift yang digunakan menentukan
langkah yang sama untuk shift yang pertama. Pada gambar, kurva JP2
adalah transformasi produk ketika beroperasi dengan dua shift.
Bauran
produk yang optimal ada pada titik B dimana garis isorevenue TR4
bersinggungan terhadap kurva isocost JP2. Dikarenakan tambahan biaya
operasi shift kedua, total biaya diasosiasikan dengan JP2 adalah
2(2.600) + 200 = 5.400. Semua titik pada TR4 menghasilkan total
penerimaan sebesar $6.000. Jadi total laba dari penggunaan dua shift adalah
$600. Karena laba ini adalah $200 lebih besar dibanding laba dengan operasi menggunakan
satu shift, perusahaan sebaiknya menggunakan dua shift pekerja. Prinsip umumnya
adalah bahwa tambahan input sebaiknya digunakan sepanjang ekstra laba menerima
dari output yang mereka produksi melebihi tambahan biayanya.
B. PRODUKSI PADA MULTIPABRIK
Hingga
saat ini telah diasumsikan bahwa perusahaan menghasilkan output mereka hanya
dalam satu pabrik. Namun, banyak perusahaan besar mengoperasikan beberapa fasilitas
produksi yang berbeda. Contohnya seperti General Motors manufactures Chevrolet
di California, di mana beberapa pabrik yang terlibat, manajer harus menentukan
tidak hanya jumlah total yang akan diproduksi, tetapi juga berapa banyak unit
output yang akan diproduksi di setiap fasilitas. Anggaplah bahwa perusahaan
menjual hanya satu produk, namun produksinya berlangsung ke pabrik yang
berlokasi di berbagai wilayah negara tersebut. Biaya marjinal untuk berbagai
macam tingkat output untuk dua pabrik di ditunjukkan pada kolom (2) dan (3)
dari tabel 15-1.
Meminimumkan total biaya produksi mensyaratkan bahwa
setiap unit tambahan diproduksi dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu
manajer harus membandingkan biaya marjinal di setiap pabrik. kolom (1) dan (5)
dari tabel 15-1 mewakili data permintaan menunjukkan hubungan antara harga dan
output. Data ini digunakan untuk menghitung angka pendapatan marjinal kolom
(6). Untuk memaksimalkan keuntungan, perusahaan harus meningkatkan output
selama penerimaan marjinal melebihi biaya marjinal ditunjukkan dalam kolom (4).
Diperhatikan dari tabel 15-1 bahwa alokasi yang lain
dari 5 unit antara pabrik melibatkan total biaya yang lebih besar.
Memaksimumkan
keuntungan pada perusahaan multipabrik ditampilkan secara grafis pada Gambar
15-2. Panel pertama menunjukkan permintaan dan kurva biaya bagi perusahaan.
Kurva biaya marjinal di panel yang menunjukkan biaya produksi minimum dan
diturunkan dalam cara yang sama seperti data biaya marjinal kolom (4) dari
tabel 15-1. Tingkat output yang optimal
bagi perusahaan (Q0)
ditampilkan dalam panel sebagai titik dimana pendapatan marjinal sama dengan
biaya marjinal. Memaksimalkan keuntungan harga (P0)
ditentukan oleh kurva permintaan.
Sebagaimana MR = MC adalah aturan keputusan untuk
menentukan output keseluruhan perusahaan, juga dasar untuk alokasi output
antara pabrik. Artinya, setiap pabrik harus digunakan sampai biaya marjinal
memproduksi 1 unit lagi di pabrik yang sama dengan pendapatan marjinal diterima
oleh perusahaan untuk produknya.
MR = MC1
Dan juga
MR = MC2
Untuk tingkat output (Q0),
pendapatan marjinal adalah (MR0 ) Kurva biaya marjinaluntuk dua pabrik ditunjukkan pada panel kedua dan ketiga 15-2. Menyamakan
pendapatan marjinal dengan biaya marjinal menunjukkan bahwa unit Q1 harus diproduksi di pabrik pertama dan Q2 di kedua. dikarenakan pendapatan marjinal
adalah kondisi yang sama untuk produksi yang efisien juga dapat dinyatakan
sebagai,
MC1 = MC2
Artinya,
biaya produksi minimum bagi sebuah perusahaan yang mengoperasikan banyak pabrik
mengharuskan biaya marjinal produksi di pabrik lainnya. Jika kondisi ini tidak
terpenuhi, output dapat dialokasikan kembali dalam sedemikian rupa untuk
mengurangi biaya. Khususnya, tambahan output harus diproduksi di pabrik dengan biaya
marjinal lebih rendah.
C. PERSEDIAAN
Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting
dalam operasional suatu perusahaan adalah
pengendalian persediaan (inventory controll), karena kebijakan
persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancar di
satu sisi dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain. Pengaturan persediaan ini berpengaruh terhadap
semua fungsi bisnis (operation, marketing, dan finance). Berkaitan
dengan persediaan ini terdapat konflik kepentingan di antara fungsi bisnis
tersebut. Finance menghendaki tingkat
persediaan yang rendah, sedangkan Marketing
dan operasi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen
dan kebutuhan produksi dapat dipenuhi.
Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada
pengaturan terhadap jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi,
sehingga kebutuhan proses produksi maupun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi.
Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu
mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam
spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat
terjamin (tidak terganggu).
Biasanya,
perusahaan mempertahankan persediaan bahan baku yang diperlukan untuk
menghasilkan produk mereka. Sebagai contoh produsen mobil menentukan tingkat
optimal persediaan seperti ban, cat, dan lain-lain. Tapi ada biaya yang besar
dalam persediaan, salah satunya adalah biaya untuk ruang penyimpanan yang
diperlukan. Di sisi lain, persediaan yang tidak cukup dapat menyebabkan
kekurangan dan ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan produksi.
Selain itu, mungkin ada biaya tambahan yang terkait dengan membuat sejumlah
pesanan dengan skala yang relatif kecil. Biaya lainnya mungkin lebih tinggi
seperti biaya transportasi atau tambahan penagihan biaya yang dibebankan oleh pemasok
perusahaan. Penentuan optimal persediaan dapat menjadi masalah yang kompleks.
Sebagai
contoh bahwa seorang manajer sebuah toko peralatan mengharapkan untuk menjual televisi D set selama tahunan dan penjualan akan merata pada
setiap periode. Jelas, menjual D set ke
pelanggan akan memerlukan pembelian D set dari
grosir. Salah satu alternatifnya adalah memesan semua D set pada permulaan atau awal tahun. Pendekatan ini akan meminimalkan waktu dan biaya tetapi akan
memerlukan pengeluaran awal yang cukup besar dan juga membutuhkan cukup banyak
ruang penyimpanan. Di sisi lain manajer dapat memesan secara harian untuk D set.
Hasilnya akan menjadikan biaya rendah dan sedikit kebutuhan untuk ruang
penyimpanan, tetapi biaya memerlukan biaya yang besar terkait dengan proses
pemesanan.
Jika setiap
pesanan akan X. Apa nilai X akan meminimalkan biaya persediaan perusahaan?
Misalnya manajer memesan tempat yang baru setelah set terakhir di toko dijual.
Maka sebelum pengiriman terjadi persediaan perusahaan akan menjadi nol, dan
setelah itu akan terjadi kelebihan X set. Karena penjualan dianggap merata dari
waktu ke waktu, rata-rata persediaan perusahaan selama satu tahun akan menjadi
X/2. Sekarang semisalnya $1 adalah biaya bunga dan penyimpanan memegang satu
set dalam inventaris selama satu tahun. Dengan demikian total biaya persediaan
(TC1) akan menjadi rata-rata jumlah unit dalam inventaris dikali
biaya tahunan per unit.
Jika D set dijual
selama satu tahun dan jika setiap order untuk X unit maka manajer toko harus menempatkan
total pesanan D/X. Tetapi seperti disebutkan, ada biaya terkait dengan membuat
pesanan. Bagian dari biaya ini tergantung pada jumlah set yang dikirim. Semisal
biaya setiap set adalah (b) dengan demikian, jika set X melakukan pemesanan
maka biaya variabel pemesanan ini senilai (bX). Ada juga biaya tetap yang
berhubungan dengan membuat pesanan. Sebagian dari biaya ini adalah waktu yang
dihabiskan oleh manajer toko dalam membuat pesanan. Komponen lainnya adalah
biaya ke pemasok (diteruskan kepada pembeli) mempertahankan catatan dan
penagihan. Biaya-biaya tersebut dikeluarkan dalam setiap pemesanan dan tidak
berbeda dengan jumlah set dalam melakukan pemesanan. Semisal biaya tetap
masing-masing pesanan adalah (b) dengan demikian jumlah biaya pesanan setiap
set adalah (a+bX). Biaya total pesanan adalah jumlah pesanan kali biaya per
pesanan, atau
Dalam
efisiensi produksi jumlah persediaan dan biaya pemesanan diminimalkan.
Masalahnya adalah memilih ukuran pemesanan (X).
Diminimalkan.
Dicatat bahwa besarnya ukuran pesanan dapat meningkatkan biaya persediaan
(kX/2) tapi menurunkan biaya pengiriman pemesanan (karena mengurangi frekuensi
pemesanan). Hal itu merupakan minimum dimana dTc/dX=0. Dengan demikian,
Ukuran
pemesanan yang optimal (X*) dinyatakan sebagai berikut,
Persamaan 1 dan 2 memberikan
gambaran mengenai pemesanan dan persediaan. Catatan bahwa X*/2 tidak meningkat
secara proporsional dengan penjualan. Sebaliknya, tingkat rata-rata optimal
persediaan meningkat dengan akar kuadrat dari penjualan kurang dari peningkatan
proporsional. Sebagai contoh, persamaan 1 menyiratkan bahwa jika penjualan dua
kali lipat, ukuran optimal pemesanan baru adalah sekitar 1,4 kali ukuran
pemesanan sebelumnya. Ini berarti biaya persediaan seperti persentase penjualan
akan lebih rendah bagi perusahaan-perusahaan yang besar. Juga perhatikan bahwa
ukuran pemesanan dan optimal persediaan positif berkaitan dengan biaya tetap
pemesanan, tetapi berhubungan terbalik untuk biaya memegang persediaan.
Akhirnya, harus diamati bahwa biaya pesanan per unit (yaitu, b) tidak muncul
dalam persamaan 1 dan 2. Dengan demikian tingkat ukuran dan persediaan optimal
pesanan tidak bergantung pada biaya variabel ini.
Just In Time
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen
fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada
prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang
diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Konsep just in time adalah suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan
untuk aktivitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu
bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat
bahkan meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.
Just In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing
untuk menghilangkan pemborosan waktu dalam total prosesnya mulai dari proses
pembelian sampai proses distribusi. Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan
pemborosan (waste) sebagai: "Segala
sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan,
komponen, tempat dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai
tambah suatu produk. Kemudian diperoleh rumusan yang lebih sederhana,
pengertian pemborosan: "Kalau sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah
pemborosan. Tujuh jenis pemborosan disebabkan karena: 1) Over produksi, 2) Waktu menunggu, 3) Transportasi, 4) Pemrosesan, 5) Tingkat
persediaan barang, 6) Gerak, dan 7) Cacat Produksi.
Konsep Dasar Just In Time
Konsep
dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan
akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua
proses dapat menghasilkan produk ynag diperlukan, pada waktu yang diperlukan
dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat
di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua
proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit
akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai
dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya
memasok suku cadang pada proses berikutnya. Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan Just In Time (JIT):
1. Produksi Just In Time (JIT) adalah
memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang
diperlukan.
2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit
cacat mengalir ke proses berikutnya.
3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja
sesuai dengan fluktuasi permintaan.
4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan.
D. ANTRIAN
Kelancaran aliran produksi dalam suatu kegiatan
transformasi dari suatu input menjadi output menjadi output merupakan salah satu kegiatan yang
perlu menjadi perhatian utama. Suatu aliran produksi dapat dikatakan lancar,
apabila tidak terjadi banyak hambatan atau kemacetan yang dapat merugikan
perusahaan. Terjadinya kemacetan tentu akan terjadi antrian barang yang
menunggu proses lebih lanjut, sehingga
banyak penumpukan barang yang tidak sesuai dengan harapan semula, yaitu
proses yang lancar tanpa adanya hambatan. Usaha yang perlu dilakukan dalam
memperlancar aliran produksi antara lain adalah menghindari atau meminimalkan
antrian pada setiap unit proses yang ada, melalui telaah terhadap jumlah mesin, kapasitas mesin,
utilitas mesin, dan jumlah persediaan barang yang akan dibuat. Terkait
dengan pertanyaan mengenai persediaan adalah masalah panjang mengenai optimal antrian dalam proses produksi. sebagai contoh, mempertimbangkan
sebuah fasilitas manufaktur di mana pekerja mendapatkan alat tertentu dari lokasi tertentu.
Alat-alat yang diberikan oleh para ahli sebagai yang diminta oleh pekerja. Mereka kembali
ke para pegawai ketika mereka tidak diperlukan.
Jika ada petugas untuk setiap
pekerja produksi, tidak akan ada penundaan dalam
mendapatkan alat. Petugas akan selalu tersedia untuk memberikan bantuan. Tapi
ada biaya yang dalam memiliki lebih pegawai lebih. Karenanya manajer memiliki
insentif untuk mengurangi biaya dengan memotong kembali pada tenaga ahli.
Namun, sedikit tenaga ahli berarti lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk
menunggu alat. Bahkan dengan jumlah tenaga ahli yng kecil, pekerja
kadang-kadang mungkin dapat memperoleh alat tanpa menunggu. Tapi di lain hal
mungkin ada penundaan yang cukup. Secara umum, rata-rata menunggu untuk layanan
terbalik berkaitan dengan jumlah pegawai. Jelas, ada biaya bagi perusahaan yang
memiliki pekerja produksi yang menunggu alat. Selama waktu tunggu, tidak akan
diproduksi. Semakin lama menunggu, semakin besar hilangnya produksi.
Figure 15-3
menggambarkan masalah distribusi alat. Sumbu horisontal menunjukkan rata-rata
waktu yang dihabiskan dalam antrian menunggu alat. Sumbu vertikal mengukur
biaya yang berkaitan dengan waktu tunggu rata-rata. Garis PP menunjukkan nilai
hilang produksi sementara pekerja dalam antrian. Hal itu dinyatakan dengan
kenaikan karena semakin lama menunggu berarti lebih banyak waktu produksi yang
hilang. Secara sederhana, PP ditampilkan sebagai linier ini brarti menyiratkan
bahwa nilai output hilang (yaitu, biaya menunggu) meningkat secara proporsional
dengan rata-rata waktu tunggu.
Garis CC mengukur biaya dalam
mengurangi rata-rata waktu tunggu. Ditunjukkan dengan negatif miring karena
memotong waktu rata-rata dalam antrian memerlukan biaya sewa tenaga ahli.
lereng CC mewakili perubahan biaya per unit perubahan dalam waktu tunggu
rata-rata. Ketika waktu rata-rata dalam antrian panjang, itu dapat dikurangi
dengan tambahan biaya yang relatif kecil. Tetapi ketika waktu menunggu lebih
singkat biaya yang dikeluarkan tentunya lebih banyak. Ini dapat dengan mudah
dijelaskan.
Anggaplah bahwa hanya ada satu petugas. Setiap kali
dua pekerja datang untuk alat pada saat yang sama, yang satu lagi akan
menunggu. Hal ini tidak mungkin bahwa hal ini bisa terjadi. Tapi dengan
mempekerjakan pegawai lain, simultan kedatangan dua pekerja bisa diakomodasi
tanpa penundaan, sehingga waktu tunggu rata-rata bisa berkurang secara
signifikan. Sebaliknya; Misalnya, bahwa ada lima puluh pakar. Dalam keadaan
ini, kemungkinan tidak ada waktu menunggu kecuali lima puluh satu pekerja
diperlukan alat pada waktu yang sama. Jelas, ini akan menjadi hal yang sangat
tidak mungkin. Maka mempekerjakan lima petugas akan memiliki sedikit dampak
pada rata-rata waktu tunggu.
Total biaya terkait dengan distribusi alat-alat adalah
jumlah dari nilai produksi yang hilang dan biaya penunggu. Dalam gambar total
biaya ditampilkan sebagai baris TC. Produksi yang efisien memerlukan minimasi
jumlah total biaya. Maka waktu rata-rata yang optimal dalam antrian adalah
minimal TC, yang terjadi pada t*. Aturan keputusan untuk menentukan t* adalah
bahwa rata-rata waktu tunggu harus dikurangi sampai marjinal penurunan produksi
hilang sama dengan biaya marjinal dari tambahan tenaga penunggu. Meskipun ini
mungkin tidak jelas, kondisi bertemu di t* di angka. Sebagai t* berkurang,
nilai peningkatan produksi sama dengan lereng PP. Demikian pula, biaya tambahan
mengurangi waktu tunggu diukur dengan lereng CC. Titik t* lereng CC sama dengan
negatif lereng PP.
Perhatikan bahwa aturan keputusan untuk antrian yang optimal sangat mirip
dengan persediaan yang optimal. Dalam kedua kasus, masalah melibatkan
menyamakan biaya pada margin. Untuk persediaan, tingkat optimal adalah dimana
biaya marjinal dari unit tambahan persediaan sama dengan biaya marjinal
disebabkan oleh perintah yang lebih kecil dan lebih sering. Untuk waktu tunggu,
waktu rata-rata yang optimal ditentukan oleh menyamakan marjinal produksi
tabungan dan biaya tenaga penunggu tambahan. Pendekatan yang digunakan dalam
dua masalah ini dapat digunakan dalam menganalisis banyak jenis keputusan
manajerial. Pada dasarnya, teknik ini untuk memeriksa biaya pada margin.
E.
PENGGANTIAN PERALATAN
Secara periodik,
manajer dihadapkan dengan keputusan-keputusan berkaitan dengan penggantian
peralatan. Contohnya, fasilitas untuk memproduksi mungkin masih menggunakan
mesin yang masih berfungsi tetapi membutuhkan perawatan yang mahal atau tidak
efisien dibandingkan dengan peralatan yang lebih modern. Hal seperti ini
menuntut seorang manajer untuk memutuskan ketika akan mengganti peralatan yang
sudah ada. Dengan peralatan yang sudah ada, hanya biaya operasi dan nilai sisa yang
relevan untuk dibuat pertimbangan dalam mengambil keputsan. Misal sebuah
utilitas elektrik dengan generator (pembangkit) yang telah dalam masa servis
untuk beberapa tahun. Di dalam kasus ini, biaya total dari membangkitkan
elektrisitas adalah biaya energi ditambah biaya operasi dan pengeluaran untuk
perawatan. Di dalam memutuskan untuk menahan peralatan yang ada, nilai sisa
juga menjadi salah satu faktor. Sebaliknya, keputusan untuk membeli peralatan
baru melibatkan biaya pembelian dan biaya operasi.
Anggap
bahwa generator (pembangkit) baru menjadi menggunakan energi yang lebih efisien
dan juga memiliki biaya operasi yang lebih rendah serta pengeluaran untuk biaya
perawatan juga lebih rendah dibandingkan generator (pembangkit) yang sudah ada.
Dengan menggunakan peralatan baru, perusahaan dapat mengurangi biaya variabel
dari pembangkit elektrisitas. Namun ada biaya yang besar yaitu berkaitan dengan
biaya pembelian generator (pembangkit) tesebut. Untuk membuat mesin baru agar
lebih menguntungkan, menyimpan biaya operasi akan menyeimbangkan harga
pembelian yang besar tersebut.
Asumsikan
bahwa dalam memutuskan apapun untuk membeli generator (pembangkit) baru,
seorang manajer perlu membuat keputusan mereka berdasarkan biaya lebih pada
beberapa tahun ke depan (T tahun). Juga asumsikan bahwa tidak ada inflasi dan
peralatan pembangkit (generator) akan digunakan untuk memproduksi Q
kilowatt-jam elektrisitas setiap tahunnya. Biaya operasi per kilowatt-jam
dengan peralatan yang sudah ada sebelumnya diestimasikan adalah OCE
dan biaya operasi menggunakan peralatan baru diproyeksikan adalalah OCN.
Dikarenakan generator (pembangkit) yang baru lebih efisien, maka OCE >
OCN. Namun, di dalam menghitung penyimpanan biaya operasi, nilai
waktu dari uang harus diperhitungkan. Jadi present
value dari biaya operasi harus diperhitungkan. Untuk peralatan yang sudah ada, present value biaya operasi (PVOCE)
adalah sebagai berikut:
Ketika
r adalah discount rate. Maka present
value biaya
operasi untuk peralatan generator
baru (PVOCN) adalah sebagai berikut:
Sehingga
present value biaya operasi yang
tersimpan atau penghematan biaya operasi (PVOCS) adalah sebagai
berikut:

Misal biaya pembelian (initial) generator (pembangkit) baru
adalah PC dan nilai sisa dari peralatan yang lama adalah SV. Keputusan penggantian
sebaiknya didasarkan pada perbandingan biaya pembelian dikurangi nilai sisa
versus dengan penghematan biaya operasi, secara khusus, apabila PC – SV <
PVOCS, perusahaan sebaiknya membeli peralatan baru. Sebaliknya,
apabila PC – SV > PVOCS, maka perusahaan sebaiknya melanjutkan
untuk tetap menggunakan generator (pembangkit) yang lama.
Jelas bahwa analisis
ini telah menyederhanakan. Contoh, sebagai peralatan yang sudah ada sebelumnya
menjadi lebih tua, biaya operasi dan biaya perawatannya akan mungkin menjadi
meningkat. Juga, di dalam lingkungan inflasi present value dari penghematan biaya operasi akan menjadi lebih
besar sebagai peningkatan biaya energi (bahan bakar). Dasar pendekatan yang
digunakan adalah valid. Di dalam memutuskan apapun untuk membeli peralatan
baru, manajer sebaiknya membandingkan present
value penghematan biaya operasi dengan pengeluaran awal (initial) yang dibutuhkan untuk
memperoleh peralatan baru tersebut.
F.
KEPUTUSAN SHUT - DOWN
Di
dalam dasar mencari laba yang maksimum, seorang manajer mencari output dimana
biaya marjinalnya dan penerimaan marjinalnya seimbang. Para manajer tidak perlu
memaksimumkan laba hingga penerimaan marjinalnya positif terhadap biaya
marjinalnya. Bahkan seorang manajer dihadapkan pada permasalahan kunci jika
perusahaan memiliki laba yang negatif. Memang ada suatu ketika perusahaan akan mengalami kerugian
dalam pelaksanaan operasinya, hal tersebut lazim di dalam dunia bisnis dan
usaha. Dalam
situasi persaingan di pasar global yang sangat kompetitif sekarang ini,
efisiensi bagi perusahaan menjadi sangat penting, karena yang menjadi tujuan
utama dalam strategi produksi adalah menghasilkan output pada tingkat tertentu
sesuai dengan permintaan pasar (konsumen), dengan biaya yang seminimum mungkin
agar harga jual yang ditetapkan dapat kompetitif di pasar global itu.
Pada
semua perusahaan, beberapa kondisi berikut ini berlaku, yaitu perusahaan
mendapatkan laba positf, perusahaan mengalami kerugian, perusahaaan mencapai
titik impas (tingkat penghasilan normal yang berarti laba nol). Ketika
memperoleh laba positif jangka pendek maka akan mendorong perusahaan untuk
terus meraih laba dan untuk berekspansi dalam jangka panjang. Namun ada juga
kondisi ketika perusahaan akan mengalami kondisi kerugian. Maka dari itu, sudah seharusnya
suatu perusahaan dapat mengantisipasi kerugian yang akan dialami tersebut agar
pengaruh kerugian terhadap perusahaan tidak terlalu parah. Penutupan perusahaan
atau sering disebut dengan shut down,
akan terjadi bilamana jumlah dari biaya variabel produksi tidak lagi dapat
tertutupi oleh pendapatan yang diterima dari hasil penjualan barang dan jasa.
Dengan demikian apabila perusahaan terus melanjutkan kegiatan produksi barang
dan jasanya, maka kerugian yang diterima akan jauh lebih besar dibandingkan
apabila perusahaan tidak lagi melakukan kegiatan produksi.
Berdasarkan gambar
kurva di atas, dapat dilihat bahwa seandainya perusahaan ditutup, maka biaya
variabel (VC) untuk bahan-bahan dan lain-lain berkurang menjadi 0. Tetapi biaya
tetapnya (FC) masih ada. Padahal dengan produksi sebanyak 0 maka tidak aka nada
penerimaan (TR=0). Berarti perusahaan akan menderita kerugian sebesar biaya
tetap (FC)-nya. Berdasarkan pertimbangan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
belum tentu perusahaan langsung ditutup. Selama harga jualnya masih menutupi
biaya variabel + (paling sedikit) sebagian dari biaya tetap, lebih baik bekerja
terus karena kerugian yang diderita akan lebih kecil daripada kalau perusahaan dihentikan
sama sekali. Pedoman MC = MR (dalam hal ini perpotongan garis P’ = MR’ dengan
kurva MC) menunjukkan laba maksimal atau rugi minimal. Apabila harga jual
produknya merosot lagi menjadi hanya Rp 100 atau lebih rendah lagi maka
perusahaan lebih baik menghentikan produksinya saja. Sebab pada harga Rp 100
atau kurang, bahkan biaya variabel pun sudah tidak tertutup.
Di
dalam gambar kurva di atas, hal tersebut digambarkan demikian: perpotongan
kurva MC dan MR (garis harga) menunjukkan laba maksimum, selama garis MR itu
letaknya di atas kurva AC. Kalau harga merosot sampai di bawah kurva AC tetapi
masih di atas kurva AVC, perpotongan MC dan MR menggambarkan kerugian terkecil,
yaitu kerugian yang lebih dari FC-nya. Tetapi kalau harga lebih rendah dari AVC
, perusahaan lebih baik ditutup saja (berhenti produksi). Titik potong antara
kurva MC dan kurva AVC disebut “Shut down point” atau “titik tutup”.
DAFTAR PUSTAKA
Craig H. Petersen dan W. Cris Lewis. 1989. Managerial Economics. Second Edition.
London: Macmillan Publishing Company.
Roger D. Blair dan Lawrence W. Kenny. 1984. Microeconomics for Managerial Decision
Making. McGrawHill.
T. Gilarso. 2003. Pengantar
Ilmu Ekonomi Mikro. Edisi Khusus. Yogyakarta: Kanisius.
Q kerja di Hongkong 3 THN dlu Amat trsiksa Majikan gak baik Tiap hari di marahin kerja terus 24 jam jarang istrahat tidur mlm Kerja sampe subuh pgi klo lagi libur sekolah sibuk masak" boro" bisa istrirahat, pokoknya kerja.. kerja truss... jd TKW Bikin kapok tersiksa batin 3 THN, kebetulan wktu itu ada teman Q kenal namanya Mbah Jenggot di facebook, awalnya Q ikut-ikutan melihat temanku, ternyata setelah kubuktikan hasilnya memang luar biasa..!! katanya sering di bantu sm beliau. ternyata dia seorang guru spritual Pesugihan Anka Togel 2D sampai 6D dan Pesugihan Dana Ghaib , tp Q beranikan diri coba telpon beliau. Tp Q memilih Pesugihan Dana Ghaib nya. Alhamdulillah benar2 terbukti nyata hasilnya, Q di Hongkong bisa pulang ke indonesia degan selamat jg dah Alhamdulilah ���� jika ada teman minat ingin tlpn beliau ini nmr nya +6282291277145 smg bisa di bantu sprti Q. Amin...
BalasHapus