Kamis, 29 Oktober 2015

Pengambilan Keputusan Produksi (Production Decision Making)



Manajemen produksi merupakan salah satu bagian dari bidang manajemen yang mempunyai peran dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan. Untuk mengatur kegiatan ini, perlu dibuat keputusan-keputusan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk mencapai tujuan agar barang dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan apa yang direncanakan. Dengan demikian, manajemen produksi menyangkut pengambilan keputusan yang berhubungan dengan proses produksi untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan proses produksi diantaranya:



  A.   BAURAN PRODUK YANG OPTIMAL UNTUK PERUSAHAAN MULTIPRODUK
             Di dalam perusahaan multiproduk, setiap barang dan jasa bersaing untuk ketersediaan tenaga kerja dan menggunakan kapasitas produksi perusahaan. Tujuan manajer adalah untuk memilih komposisi antara barang dan jasa yang akan memaksimumkan laba total untuk perusahaan. Dua langkah yang terlibat dalam keputusan ini. Pertama, kelompok luaran yang optimal untuk setiap tingkat input yang digunakan harus ditentukan. Kedua, memaksimumkan tingkat laba atas input yang digunakan harus diseleksi.
             Dimisalkan ada sebuah bisnis manufaktur yang memproduksi dua barang: jaket denim dan celana denim. Kedua item tersebut memelukan material yang sama dan banyak peralatan yang sama. Perusahaan memiliki 1 pabrik yang dapat dioperasikan untuk 1 atau 2 shift per hari. Masing-masing shift menghabiskan waktu 8 jam dan membutuhkan 20 pekerja dengan $10 per jam, sehingga biaya tenaga kerjanya sebesar $1.600 per jam. Shift yang kedua juga membutuhkan tambahan ekstra sebesar $200 per hari.
             Selama masing-masing shift, pabrik dapat digunakan untuk memproduksi beberapa proporsi jaket dan celana yang diinginkan. Namun, semua peralatan tidak seimbang untuk memproduksi jaket dan celana. Jadi ketika ada jaket lebih yang diproduksi, maka peningkatan produksi celana harus dibatalkan. Garis JP1 pada gambar di atas menunjukkan semua kombinasi antara jaket dan celana yang dapat diproduksi setiap hari dengan satu shift pekerja. Hal ini menggambarkan bahwa ada trade-off produksi antara 2 barang. Bentuk mangkuk mengindikasikan bahwa peningkatan biaya peluang dari produksi lebih baik. Pada beberapa poin, kemiringan JP1 bersinggungan pada titik yang ada mengindikasikan tingkat barang jaket yang dapat disubstitusi dengan celana selama shift yang pertama. Trade-off ini menunjukkan tentang marginal rate of transformation (MRT).
             Apabila biaya bahan denim yang digunakan untuk membuat pakaian adalah $1.000 per shift dan tidak terpengaruh oleh bauran produk. Jadi total biaya operasi shift yang pertama adalah $2.600 (terdiri atas $1.600 biaya tenaga kerja dan $1.000 untuk bahan denim). Informasi ini menunjukkan bahwa garis JP1 diinterpretasikan sebagai sebuah kurva transformasi produk. Hal ini menunjukkan semua kombinasi jaket dan celana yang dapat diproduksi adalah dengan biaya total sebesar $2.600.
             Asumsi berikutnya adalah bahwa perusahaan beroperasi dengan pasar persaingan sempurna dan menghadapi sebuah kurva permintaan horizontal untuk setiap barang, dan setiap jaket dapat dijual untuk $30 dan setiap sepasang celana untuk $20. Garis TR pada gambar di atas menunjukkan garis isorevenue. Garis-garis tersebut menunjukkan semua kombinasi jaket dan celana yang akan menghasilkan pemberian total penerimaan untuk perusahaan. Contoh, TR2 sebesar $3.400 penerimaannya dan TR3 menggambarkan sebesar $3.800 penerimaannya. Slope dari masing-masing garis penerimaan ini adalah negatif pada harga celana yang terbagi dengan harga jaket (atau -  (20/30)). Tanda negatif tersebut menunjukkan kecenderungan slope yang turun pada garis penerimaan.
             Untuk total biaya, maksimisasi laba membutuhkan seorang manajer peusahaan memilih bauran produk yang memaksimalkan total penerimaan. Hal ini terjadi pada poin dimana garis penerimaan terbesar adalah bersinggungan dengan kurva transformasi produk. Pada gambar, untuk shift yang pertama ini terjadi pada titik A, dimana TR1 bersinggungan dengan JP1. Pada titik tersebut, penerimaannya sebesar $3.000 dan biayanya sebesar $2.600. Jadi untung sebesar $400.
             Pada titik yang bersinggungan, slope pada garis isocost dan isorevenue adalah seimbang. Tapi slope pada garis isocost adalah tingkat marjinal transformasi dan slope pada garis isorvenue adalah negatif pada rasio harga. Jadi berikut adalah laba maksimum bauran produk:
MRT = - (Pp/Pj)
             MRT adalah tingkat dimana dua barang dapat disubstitusikan dalam produksi. Jadi ini merepresentasikan biaya peluang satu barang pada termin yang lainnya. Rasio harga merepresentasikan nilai relatif dari dua barang untuk perusahaan di dalam ruang pasar. Oleh karena itu, bauran produk yang optimal adalah dimana biaya relatif sama dengan nilai relatif. Jika satu barang membuat suatu kontribusi lebih besar terhadap penerimaan daripada untuk biayanya, lebih dari barang tersebut sebaiknya diproduksi.
             Langkah kedua untuk manajer perusahaan multiproduk adalah memutuskan untuk menggunakan 1 atau 2 shift. Kombinasi laba maksimum ketika kedua shift yang digunakan menentukan langkah yang sama untuk shift yang pertama. Pada gambar, kurva JP2 adalah transformasi produk ketika beroperasi dengan dua shift.
             Bauran produk yang optimal ada pada titik B dimana garis isorevenue TR4 bersinggungan terhadap kurva isocost JP2. Dikarenakan tambahan biaya operasi shift kedua, total biaya diasosiasikan dengan JP2 adalah 2(2.600) + 200 = 5.400. Semua titik pada TR4 menghasilkan total penerimaan sebesar $6.000. Jadi total laba dari penggunaan dua shift adalah $600. Karena laba ini adalah $200 lebih besar dibanding laba dengan operasi menggunakan satu shift, perusahaan sebaiknya menggunakan dua shift pekerja. Prinsip umumnya adalah bahwa tambahan input sebaiknya digunakan sepanjang ekstra laba menerima dari output yang mereka produksi melebihi tambahan biayanya.   
B. PRODUKSI PADA MULTIPABRIK
                Hingga saat ini telah diasumsikan bahwa perusahaan menghasilkan output mereka hanya dalam satu pabrik. Namun, banyak perusahaan besar mengoperasikan beberapa fasilitas produksi yang berbeda. Contohnya seperti General Motors manufactures Chevrolet di California, di mana beberapa pabrik yang terlibat, manajer harus menentukan tidak hanya jumlah total yang akan diproduksi, tetapi juga berapa banyak unit output yang akan diproduksi di setiap fasilitas. Anggaplah bahwa perusahaan menjual hanya satu produk, namun produksinya berlangsung ke pabrik yang berlokasi di berbagai wilayah negara tersebut. Biaya marjinal untuk berbagai macam tingkat output untuk dua pabrik di ditunjukkan pada kolom (2) dan (3) dari tabel 15-1.
            Meminimumkan total biaya produksi mensyaratkan bahwa setiap unit tambahan diproduksi dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu manajer harus membandingkan biaya marjinal di setiap pabrik. kolom (1) dan (5) dari tabel 15-1 mewakili data permintaan menunjukkan hubungan antara harga dan output. Data ini digunakan untuk menghitung angka pendapatan marjinal kolom (6). Untuk memaksimalkan keuntungan, perusahaan harus meningkatkan output selama penerimaan marjinal melebihi biaya marjinal ditunjukkan dalam kolom (4).
              Diperhatikan dari tabel 15-1 bahwa alokasi yang lain dari 5 unit antara pabrik melibatkan total biaya yang lebih besar.


 





Memaksimumkan keuntungan pada perusahaan multipabrik ditampilkan secara grafis pada Gambar 15-2. Panel pertama menunjukkan permintaan dan kurva biaya bagi perusahaan. Kurva biaya marjinal di panel yang menunjukkan biaya produksi minimum dan diturunkan dalam cara yang sama seperti data biaya marjinal kolom (4) dari tabel 15-1.  Tingkat output yang optimal bagi perusahaan (Q0) ditampilkan dalam panel sebagai titik dimana pendapatan marjinal sama dengan biaya marjinal. Memaksimalkan keuntungan harga (P0) ditentukan oleh kurva permintaan.
            Sebagaimana MR = MC adalah aturan keputusan untuk menentukan output keseluruhan perusahaan, juga dasar untuk alokasi output antara pabrik. Artinya, setiap pabrik harus digunakan sampai biaya marjinal memproduksi 1 unit lagi di pabrik yang sama dengan pendapatan marjinal diterima oleh perusahaan untuk produknya. 

MR = MC1



       Dan juga 

         MR = MC2

                  Untuk tingkat output (Q0), pendapatan marjinal adalah (MR0 ) Kurva biaya marjinaluntuk dua pabrik ditunjukkan pada panel kedua dan ketiga 15-2. Menyamakan pendapatan marjinal dengan biaya marjinal menunjukkan bahwa unit Q1 harus diproduksi di pabrik pertama dan Q2 di kedua. dikarenakan pendapatan marjinal adalah kondisi yang sama untuk produksi yang efisien juga dapat dinyatakan sebagai,
          MC1 = MC2

                    Artinya, biaya produksi minimum bagi sebuah perusahaan yang mengoperasikan banyak pabrik mengharuskan biaya marjinal produksi di pabrik lainnya. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, output dapat dialokasikan kembali dalam sedemikian rupa untuk mengurangi biaya. Khususnya, tambahan output harus diproduksi di pabrik dengan biaya marjinal lebih rendah.
          
                C. PERSEDIAAN
          Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah  pengendalian persediaan (inventory controll), karena kebijakan persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva lancar di satu sisi dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain. Pengaturan persediaan ini berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis (operation, marketing, dan finance). Berkaitan dengan persediaan ini terdapat konflik kepentingan di antara fungsi bisnis tersebut. Finance menghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan Marketing dan operasi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen dan kebutuhan produksi dapat dipenuhi.
            Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada pengaturan terhadap jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga kebutuhan proses produksi maupun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi. Tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin (tidak terganggu).
            Biasanya, perusahaan mempertahankan persediaan bahan baku yang diperlukan untuk menghasilkan produk mereka. Sebagai contoh produsen mobil menentukan tingkat optimal persediaan seperti ban, cat, dan lain-lain. Tapi ada biaya yang besar dalam persediaan, salah satunya adalah biaya untuk ruang penyimpanan yang diperlukan. Di sisi lain, persediaan yang tidak cukup dapat menyebabkan kekurangan dan ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan produksi. Selain itu, mungkin ada biaya tambahan yang terkait dengan membuat sejumlah pesanan dengan skala yang relatif kecil. Biaya lainnya mungkin lebih tinggi seperti biaya transportasi atau tambahan penagihan biaya yang dibebankan oleh pemasok perusahaan. Penentuan optimal persediaan dapat menjadi masalah yang kompleks.
            Sebagai contoh bahwa seorang manajer sebuah toko peralatan mengharapkan untuk menjual televisi D set selama tahunan dan penjualan akan merata pada setiap periode. Jelas, menjual D set ke pelanggan akan memerlukan pembelian D set dari grosir. Salah satu alternatifnya adalah memesan semua D set  pada permulaan atau awal tahun. Pendekatan ini akan meminimalkan waktu dan biaya tetapi akan memerlukan pengeluaran awal yang cukup besar dan juga membutuhkan cukup banyak ruang penyimpanan. Di sisi lain manajer dapat memesan secara harian untuk D set. Hasilnya akan menjadikan biaya rendah dan sedikit kebutuhan untuk ruang penyimpanan, tetapi biaya memerlukan biaya yang besar terkait dengan proses pemesanan.
            Jika setiap pesanan akan X. Apa nilai X akan meminimalkan biaya persediaan perusahaan? Misalnya manajer memesan tempat yang baru setelah set terakhir di toko dijual. Maka sebelum pengiriman terjadi persediaan perusahaan akan menjadi nol, dan setelah itu akan terjadi kelebihan X set. Karena penjualan dianggap merata dari waktu ke waktu, rata-rata persediaan perusahaan selama satu tahun akan menjadi X/2. Sekarang semisalnya $1 adalah biaya bunga dan penyimpanan memegang satu set dalam inventaris selama satu tahun. Dengan demikian total biaya persediaan (TC1) akan menjadi rata-rata jumlah unit dalam inventaris dikali biaya tahunan per unit.
            Jika D set dijual selama satu tahun dan jika setiap order untuk X unit   maka manajer toko harus menempatkan total pesanan D/X. Tetapi seperti disebutkan, ada biaya terkait dengan membuat pesanan. Bagian dari biaya ini tergantung pada jumlah set yang dikirim. Semisal biaya setiap set adalah (b) dengan demikian, jika set X melakukan pemesanan maka biaya variabel pemesanan ini senilai (bX). Ada juga biaya tetap yang berhubungan dengan membuat pesanan. Sebagian dari biaya ini adalah waktu yang dihabiskan oleh manajer toko dalam membuat pesanan. Komponen lainnya adalah biaya ke pemasok (diteruskan kepada pembeli) mempertahankan catatan dan penagihan. Biaya-biaya tersebut dikeluarkan dalam setiap pemesanan dan tidak berbeda dengan jumlah set dalam melakukan pemesanan. Semisal biaya tetap masing-masing pesanan adalah (b) dengan demikian jumlah biaya pesanan setiap set adalah (a+bX). Biaya total pesanan adalah jumlah pesanan kali biaya per pesanan, atau
 
Dalam efisiensi produksi jumlah persediaan dan biaya pemesanan diminimalkan. Masalahnya adalah memilih ukuran pemesanan (X).
 
            Diminimalkan. Dicatat bahwa besarnya ukuran pesanan dapat meningkatkan biaya persediaan (kX/2) tapi menurunkan biaya pengiriman pemesanan (karena mengurangi frekuensi pemesanan). Hal itu merupakan minimum dimana dTc/dX=0. Dengan demikian,

                                                                                    

Ukuran pemesanan yang optimal (X*) dinyatakan sebagai berikut,
                             
          Persamaan 1 dan 2 memberikan gambaran mengenai pemesanan dan persediaan. Catatan bahwa X*/2 tidak meningkat secara proporsional dengan penjualan. Sebaliknya, tingkat rata-rata optimal persediaan meningkat dengan akar kuadrat dari penjualan kurang dari peningkatan proporsional. Sebagai contoh, persamaan 1 menyiratkan bahwa jika penjualan dua kali lipat, ukuran optimal pemesanan baru adalah sekitar 1,4 kali ukuran pemesanan sebelumnya. Ini berarti biaya persediaan seperti persentase penjualan akan lebih rendah bagi perusahaan-perusahaan yang besar. Juga perhatikan bahwa ukuran pemesanan dan optimal persediaan positif berkaitan dengan biaya tetap pemesanan, tetapi berhubungan terbalik untuk biaya memegang persediaan. Akhirnya, harus diamati bahwa biaya pesanan per unit (yaitu, b) tidak muncul dalam persamaan 1 dan 2. Dengan demikian tingkat ukuran dan persediaan optimal pesanan tidak bergantung pada biaya variabel ini.
Just In Time
            Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. Konsep just in time adalah suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan untuk aktivitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.
            Just In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk menghilangkan pemborosan waktu dalam total prosesnya mulai dari proses pembelian sampai proses distribusi. Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: "Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian diperoleh rumusan yang lebih sederhana, pengertian pemborosan: "Kalau sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan. Tujuh jenis pemborosan disebabkan karena: 1) Over produksi, 2) Waktu menunggu, 3) Transportasi, 4) Pemrosesan, 5) Tingkat persediaan barang, 6) Gerak, dan 7) Cacat Produksi.
Konsep Dasar Just In Time 
             Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk ynag diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya. Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just In Time (JIT):
1.  Produksi Just In Time (JIT) adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3.  Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan.
           4.    Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan.
      D.  ANTRIAN
          Kelancaran aliran produksi dalam suatu kegiatan transformasi dari suatu input menjadi output menjadi output merupakan salah satu kegiatan yang perlu menjadi perhatian utama. Suatu aliran produksi dapat dikatakan lancar, apabila tidak terjadi banyak hambatan atau kemacetan yang dapat merugikan perusahaan. Terjadinya kemacetan tentu akan terjadi antrian barang yang menunggu proses lebih lanjut, sehingga banyak penumpukan barang yang tidak sesuai dengan harapan semula, yaitu proses yang lancar tanpa adanya hambatan. Usaha yang perlu dilakukan dalam memperlancar aliran produksi antara lain adalah menghindari atau meminimalkan antrian pada setiap unit proses yang ada, melalui  telaah terhadap jumlah mesin, kapasitas mesin, utilitas mesin, dan jumlah persediaan barang yang akan dibuat. Terkait dengan pertanyaan mengenai persediaan adalah masalah panjang mengenai optimal antrian dalam proses produksi. sebagai contoh, mempertimbangkan sebuah fasilitas manufaktur di mana pekerja mendapatkan alat tertentu dari lokasi tertentu. Alat-alat yang diberikan oleh para ahli sebagai yang    diminta oleh pekerja. Mereka kembali ke para pegawai ketika mereka tidak diperlukan.
            Jika ada petugas untuk setiap pekerja produksi, tidak akan ada penundaan dalam mendapatkan alat. Petugas akan selalu tersedia untuk memberikan bantuan. Tapi ada biaya yang dalam memiliki lebih pegawai lebih. Karenanya manajer memiliki insentif untuk mengurangi biaya dengan memotong kembali pada tenaga ahli. Namun, sedikit tenaga ahli berarti lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk menunggu alat. Bahkan dengan jumlah tenaga ahli yng kecil, pekerja kadang-kadang mungkin dapat memperoleh alat tanpa menunggu. Tapi di lain hal mungkin ada penundaan yang cukup. Secara umum, rata-rata menunggu untuk layanan terbalik berkaitan dengan jumlah pegawai. Jelas, ada biaya bagi perusahaan yang memiliki pekerja produksi yang menunggu alat. Selama waktu tunggu, tidak akan diproduksi. Semakin lama menunggu, semakin besar hilangnya produksi.
            Figure 15-3 menggambarkan masalah distribusi alat. Sumbu horisontal menunjukkan rata-rata waktu yang dihabiskan dalam antrian menunggu alat. Sumbu vertikal mengukur biaya yang berkaitan dengan waktu tunggu rata-rata. Garis PP menunjukkan nilai hilang produksi sementara pekerja dalam antrian. Hal itu dinyatakan dengan kenaikan karena semakin lama menunggu berarti lebih banyak waktu produksi yang hilang. Secara sederhana, PP ditampilkan sebagai linier ini brarti menyiratkan bahwa nilai output hilang (yaitu, biaya menunggu) meningkat secara proporsional dengan rata-rata waktu tunggu.
                Garis CC mengukur biaya dalam mengurangi rata-rata waktu tunggu. Ditunjukkan dengan negatif miring karena memotong waktu rata-rata dalam antrian memerlukan biaya sewa tenaga ahli. lereng CC mewakili perubahan biaya per unit perubahan dalam waktu tunggu rata-rata. Ketika waktu rata-rata dalam antrian panjang, itu dapat dikurangi dengan tambahan biaya yang relatif kecil. Tetapi ketika waktu menunggu lebih singkat biaya yang dikeluarkan tentunya lebih banyak. Ini dapat dengan mudah dijelaskan.
Anggaplah bahwa hanya ada satu petugas. Setiap kali dua pekerja datang untuk alat pada saat yang sama, yang satu lagi akan menunggu. Hal ini tidak mungkin bahwa hal ini bisa terjadi. Tapi dengan mempekerjakan pegawai lain, simultan kedatangan dua pekerja bisa diakomodasi tanpa penundaan, sehingga waktu tunggu rata-rata bisa berkurang secara signifikan. Sebaliknya; Misalnya, bahwa ada lima puluh pakar. Dalam keadaan ini, kemungkinan tidak ada waktu menunggu kecuali lima puluh satu pekerja diperlukan alat pada waktu yang sama. Jelas, ini akan menjadi hal yang sangat tidak mungkin. Maka mempekerjakan lima petugas akan memiliki sedikit dampak pada rata-rata waktu tunggu.
Total biaya terkait dengan distribusi alat-alat adalah jumlah dari nilai produksi yang hilang dan biaya penunggu. Dalam gambar total biaya ditampilkan sebagai baris TC. Produksi yang efisien memerlukan minimasi jumlah total biaya. Maka waktu rata-rata yang optimal dalam antrian adalah minimal TC, yang terjadi pada t*. Aturan keputusan untuk menentukan t* adalah bahwa rata-rata waktu tunggu harus dikurangi sampai marjinal penurunan produksi hilang sama dengan biaya marjinal dari tambahan tenaga penunggu. Meskipun ini mungkin tidak jelas, kondisi bertemu di t* di angka. Sebagai t* berkurang, nilai peningkatan produksi sama dengan lereng PP. Demikian pula, biaya tambahan mengurangi waktu tunggu diukur dengan lereng CC. Titik t* lereng CC sama dengan negatif lereng PP.
Perhatikan bahwa aturan keputusan untuk antrian yang optimal sangat mirip dengan persediaan yang optimal. Dalam kedua kasus, masalah melibatkan menyamakan biaya pada margin. Untuk persediaan, tingkat optimal adalah dimana biaya marjinal dari unit tambahan persediaan sama dengan biaya marjinal disebabkan oleh perintah yang lebih kecil dan lebih sering. Untuk waktu tunggu, waktu rata-rata yang optimal ditentukan oleh menyamakan marjinal produksi tabungan dan biaya tenaga penunggu tambahan. Pendekatan yang digunakan dalam dua masalah ini dapat digunakan dalam menganalisis banyak jenis keputusan manajerial. Pada dasarnya, teknik ini untuk memeriksa biaya pada margin.
      E.     PENGGANTIAN PERALATAN
                Secara periodik, manajer dihadapkan dengan keputusan-keputusan berkaitan dengan penggantian peralatan. Contohnya, fasilitas untuk memproduksi mungkin masih menggunakan mesin yang masih berfungsi tetapi membutuhkan perawatan yang mahal atau tidak efisien dibandingkan dengan peralatan yang lebih modern. Hal seperti ini menuntut seorang manajer untuk memutuskan ketika akan mengganti peralatan yang sudah ada. Dengan peralatan yang sudah ada, hanya biaya operasi dan nilai sisa yang relevan untuk dibuat pertimbangan dalam mengambil keputsan. Misal sebuah utilitas elektrik dengan generator (pembangkit) yang telah dalam masa servis untuk beberapa tahun. Di dalam kasus ini, biaya total dari membangkitkan elektrisitas adalah biaya energi ditambah biaya operasi dan pengeluaran untuk perawatan. Di dalam memutuskan untuk menahan peralatan yang ada, nilai sisa juga menjadi salah satu faktor. Sebaliknya, keputusan untuk membeli peralatan baru melibatkan biaya pembelian dan biaya operasi.
            Anggap bahwa generator (pembangkit) baru menjadi menggunakan energi yang lebih efisien dan juga memiliki biaya operasi yang lebih rendah serta pengeluaran untuk biaya perawatan juga lebih rendah dibandingkan generator (pembangkit) yang sudah ada. Dengan menggunakan peralatan baru, perusahaan dapat mengurangi biaya variabel dari pembangkit elektrisitas. Namun ada biaya yang besar yaitu berkaitan dengan biaya pembelian generator (pembangkit) tesebut. Untuk membuat mesin baru agar lebih menguntungkan, menyimpan biaya operasi akan menyeimbangkan harga pembelian yang besar tersebut.
            Asumsikan bahwa dalam memutuskan apapun untuk membeli generator (pembangkit) baru, seorang manajer perlu membuat keputusan mereka berdasarkan biaya lebih pada beberapa tahun ke depan (T tahun). Juga asumsikan bahwa tidak ada inflasi dan peralatan pembangkit (generator) akan digunakan untuk memproduksi Q kilowatt-jam elektrisitas setiap tahunnya. Biaya operasi per kilowatt-jam dengan peralatan yang sudah ada sebelumnya diestimasikan adalah OCE dan biaya operasi menggunakan peralatan baru diproyeksikan adalalah OCN. Dikarenakan generator (pembangkit) yang baru lebih efisien, maka OCE > OCN. Namun, di dalam menghitung penyimpanan biaya operasi, nilai waktu dari uang harus diperhitungkan. Jadi present value dari biaya operasi harus diperhitungkan. Untuk peralatan yang sudah ada, present value biaya operasi (PVOCE) adalah sebagai berikut:

 


Ketika r adalah discount rate. Maka present value biaya operasi untuk peralatan generator baru (PVOCN) adalah sebagai berikut:    

     

Sehingga present value biaya operasi yang tersimpan atau penghematan biaya operasi (PVOCS) adalah sebagai berikut:

 
            Misal biaya pembelian (initial) generator (pembangkit) baru adalah PC dan nilai sisa dari peralatan yang lama adalah SV. Keputusan penggantian sebaiknya didasarkan pada perbandingan biaya pembelian dikurangi nilai sisa versus dengan penghematan biaya operasi, secara khusus, apabila PC – SV < PVOCS, perusahaan sebaiknya membeli peralatan baru. Sebaliknya, apabila PC – SV > PVOCS, maka perusahaan sebaiknya melanjutkan untuk tetap menggunakan generator (pembangkit) yang lama.
            Jelas bahwa analisis ini telah menyederhanakan. Contoh, sebagai peralatan yang sudah ada sebelumnya menjadi lebih tua, biaya operasi dan biaya perawatannya akan mungkin menjadi meningkat. Juga, di dalam lingkungan inflasi present value dari penghematan biaya operasi akan menjadi lebih besar sebagai peningkatan biaya energi (bahan bakar). Dasar pendekatan yang digunakan adalah valid. Di dalam memutuskan apapun untuk membeli peralatan baru, manajer sebaiknya membandingkan present value penghematan biaya operasi dengan pengeluaran awal (initial) yang dibutuhkan untuk memperoleh peralatan baru tersebut.
F.      KEPUTUSAN SHUT - DOWN
          Di dalam dasar mencari laba yang maksimum, seorang manajer mencari output dimana biaya marjinalnya dan penerimaan marjinalnya seimbang. Para manajer tidak perlu memaksimumkan laba hingga penerimaan marjinalnya positif terhadap biaya marjinalnya. Bahkan seorang manajer dihadapkan pada permasalahan kunci jika perusahaan memiliki laba yang negatif. Memang ada suatu ketika perusahaan akan mengalami kerugian dalam pelaksanaan operasinya, hal tersebut lazim di dalam dunia bisnis dan usaha. Dalam situasi persaingan di pasar global yang sangat kompetitif sekarang ini, efisiensi bagi perusahaan menjadi sangat penting, karena yang menjadi tujuan utama dalam strategi produksi adalah menghasilkan output pada tingkat tertentu sesuai dengan permintaan pasar (konsumen), dengan biaya yang seminimum mungkin agar harga jual yang ditetapkan dapat kompetitif di pasar global itu.
            Pada semua perusahaan, beberapa kondisi berikut ini berlaku, yaitu perusahaan mendapatkan laba positf, perusahaan mengalami kerugian, perusahaaan mencapai titik impas (tingkat penghasilan normal yang berarti laba nol). Ketika memperoleh laba positif jangka pendek maka akan mendorong perusahaan untuk terus meraih laba dan untuk berekspansi dalam jangka panjang. Namun ada juga kondisi ketika perusahaan akan mengalami kondisi kerugian. Maka dari itu, sudah seharusnya suatu perusahaan dapat mengantisipasi kerugian yang akan dialami tersebut agar pengaruh kerugian terhadap perusahaan tidak terlalu parah. Penutupan perusahaan atau sering disebut dengan shut down, akan terjadi bilamana jumlah dari biaya variabel produksi tidak lagi dapat tertutupi oleh pendapatan yang diterima dari hasil penjualan barang dan jasa. Dengan demikian apabila perusahaan terus melanjutkan kegiatan produksi barang dan jasanya, maka kerugian yang diterima akan jauh lebih besar dibandingkan apabila perusahaan tidak lagi melakukan kegiatan produksi. 

 
            Berdasarkan gambar kurva di atas, dapat dilihat bahwa seandainya perusahaan ditutup, maka biaya variabel (VC) untuk bahan-bahan dan lain-lain berkurang menjadi 0. Tetapi biaya tetapnya (FC) masih ada. Padahal dengan produksi sebanyak 0 maka tidak aka nada penerimaan (TR=0). Berarti perusahaan akan menderita kerugian sebesar biaya tetap (FC)-nya. Berdasarkan pertimbangan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa belum tentu perusahaan langsung ditutup. Selama harga jualnya masih menutupi biaya variabel + (paling sedikit) sebagian dari biaya tetap, lebih baik bekerja terus karena kerugian yang diderita akan lebih kecil daripada kalau perusahaan dihentikan sama sekali. Pedoman MC = MR (dalam hal ini perpotongan garis P’ = MR’ dengan kurva MC) menunjukkan laba maksimal atau rugi minimal. Apabila harga jual produknya merosot lagi menjadi hanya Rp 100 atau lebih rendah lagi maka perusahaan lebih baik menghentikan produksinya saja. Sebab pada harga Rp 100 atau kurang, bahkan biaya variabel pun sudah tidak tertutup.
            Di dalam gambar kurva di atas, hal tersebut digambarkan demikian: perpotongan kurva MC dan MR (garis harga) menunjukkan laba maksimum, selama garis MR itu letaknya di atas kurva AC. Kalau harga merosot sampai di bawah kurva AC tetapi masih di atas kurva AVC, perpotongan MC dan MR menggambarkan kerugian terkecil, yaitu kerugian yang lebih dari FC-nya. Tetapi kalau harga lebih rendah dari AVC , perusahaan lebih baik ditutup saja (berhenti produksi). Titik potong antara kurva MC dan kurva AVC disebut “Shut down point” atau “titik tutup”.



DAFTAR PUSTAKA

Craig H. Petersen dan W. Cris Lewis. 1989. Managerial Economics. Second Edition. London: Macmillan Publishing Company.

Roger D. Blair dan Lawrence W. Kenny. 1984. Microeconomics for Managerial Decision Making. McGrawHill.

T. Gilarso. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Edisi Khusus. Yogyakarta: Kanisius.

1 komentar:

  1. Q kerja di Hongkong 3 THN dlu Amat trsiksa Majikan gak baik Tiap hari di marahin kerja terus 24 jam jarang istrahat tidur mlm Kerja sampe subuh pgi klo lagi libur sekolah sibuk masak" boro" bisa istrirahat, pokoknya kerja.. kerja truss... jd TKW Bikin kapok tersiksa batin 3 THN, kebetulan wktu itu ada teman Q kenal namanya Mbah Jenggot di facebook, awalnya Q ikut-ikutan melihat temanku, ternyata setelah kubuktikan hasilnya memang luar biasa..!! katanya sering di bantu sm beliau. ternyata dia seorang guru spritual Pesugihan Anka Togel 2D sampai 6D dan Pesugihan Dana Ghaib , tp Q beranikan diri coba telpon beliau. Tp Q memilih Pesugihan Dana Ghaib nya. Alhamdulillah benar2 terbukti nyata hasilnya, Q di Hongkong bisa pulang ke indonesia degan selamat jg dah Alhamdulilah ���� jika ada teman minat ingin tlpn beliau ini nmr nya +6282291277145 smg bisa di bantu sprti Q. Amin...




    BalasHapus