2.1 Memahami Individu dalam Organisasi
2.1.1 Kontrak Psikologis
Kontrak psikologis serupa dengan kontrak legal standar dalam beberapa hal, tetapi bersifat kurang formal dan tidak terdefinisi secara baik. Secara khusus, kontrak psikologis (psychological contract) adalah serangkaian ekspektasi yang dimiliki seorang individu menyangkut apa yang akan dia kontribusikan untuk organisasi dan apa yang akan diberikan oleh organisasi sebagai balas jasa.
Individu memberikan beragam kontribusi (contributions)-upaya, keahlian, kemampuan, waktu, kesetiaan, dan lain-lain untuk organisasi. Sebagai imbalan dari kontribusi-kontribusi ini, organisasi memberikan insentif (inducements) kepada individu. Sejumlah insentif, seperti gaji dan peluang pengembangan karir, adalah balas jasa berwujud. Sedangkan, jaminan kerja dan status adalah insentif yang tidak berwujud.
Jika baik individu maupun organisasi merasa kontrak psikologis di antara mereka adil dan wajar, kedua belah pihak akan puas dan besar kemungkinan akan mempertahankan hubungan mereka. Sebaliknya, jika salah satu pihak melihat ketidakseimbangan atau ketidakadilan dalam kontrak, persepsi tersebut bisa memicu perubahan. Jadi, tantangan mendasar yang dihadapi organisasi, adalah mengelola kontrak psikologis. Organisasi harus memastikan bahwa karyawan menyediakan nilai untuknya. Pada saat yang sama, organisasi juga harus memastikan bahwa karyawan mendapatkan insentif yang memadai.
2.1.2 Kecocokan Orang-Pekerjaan
Kecocokan orang-pekerjaan (person-job fit) adalah sejauh mana kontribusi-kontribusi yang diberikan oleh seorang individu sesuai dengan insentif-insentif yang ditawarkan oleh organisasi. Kecocokan orang-pekerjaan jarang terjadi untuk beberapa alasan. Pertama, prosedur-prosedur seleksi organisasi yang tidak sempurna. Kedua, individu maupun organisasi berubah. Dan ketiga, karena setiap individu memiliki keunikan masing-masing.
2.1.3 Esensi dari Perbedaan-perbedaan Antarindividu
Perbedaan-perbedaan individual (individual differences) adalah atribut-atribut pribadiyang berbeda antara seorang dengan yang lain. Perbedaan antarindividu mungkin bersifat jasmaniah, psikologis, dan emosional. Bersama-sama, semua perbedaan individual yang menjadi ciri seorang membuat orang ini unik dibanding semua individu lain.
2.2 Kepribadian dan Perilaku Individu
Kepribadian(personality) adalah atribut-atribut psikologis dan perilaku yang relatif stabil, yang membedakan satu orang dengan orang lain.
2.2.1 “Lima Besar” Karakteristik Kepribadian
Para peneliti telah mengidentifikasi lima karakteristik kepribadian fundamental yang sangat relevan bagi oranisasi. Karena begitu penting, kelima karakter ini kini disebut “lima besar” karakter kepribadian (“big five” personality traits)
Keakuran (agreeableness) adalah kemampuan seseorang untuk memiliki hubungan baik dengan orang lain. Keakuran menyebabkan sejumlah orang menjadi lembut, koperatif, mau memaafkan, mau memahami, dan bersikap baik dalam berurusan dengan orang lain. Ciri ini juga menyebabkan sejumlah orang lain tampak menjengkelkan, temperamental, tidak koperatif, dan antagonis terhadap orang lain. Individu yang sangat akur cenderung lebih mampu membangun hubungan kerja yang baik, sementara individu yang kurag akur cenderung memiliki hubungan kerja yang buruk.
Kesungguhan (conscientiousness) adalah jumlah tujuan yang menjadi fokus seseorang. Individu yang berfokus pada tujuan-tujuan yang relatif lebih sedikit pada suatu waktu cenderung lebih terorganisir, sistematis, hati-hati, komprehensif, bertanggung jawab, dan mempunyai disiplin diri dalam saat bekerja meraih tujuannya. Sebaliknya, individu yang berfokus pada lebih banyak tujuan cenderung tidak terorganisir, sembrono, tidak bertanggung jawab, tidak komprehensif, dan tidak memiliki disiplin diri.
Emosionalitas negatif (negative emotionality). Individu dengan emosinalitas negatif yang rendah akan relative tenang, santai, sabar dan percaya diri. Sebaliknya, Individu dengan emosionalitas negatif yang tinggi akan lebih tidak tenang, gelisah, reaktif, dan mood-nya bisa sangat bergejolak. Individu dengan emosionalitas negatif yang rendah lebih mampu mengendalikan stress, tekanan, dan ketegangan secara lebih baik.
Ekstoversi (extraversion) adalah level kenyamanan seseorang terhadap hubungan. Individu yang disebut ekstrovert lebih mudah bergaul, suka berbicara, asertif, dan terbuka terhadap hubungan-hubungan baru. Individu introvert sulit bergaul, jarang berbicara, kurang asertif, dan cenderung tertutup terhadap hubungan-hubungan baru.
Keterbukaan (openness) adalah kekakuan keyakinan dan lingkup minat seseorang. Individu yang memiliki tingkat keterbukaan yang tinggi mau menerima ide-ide baru dan mau mengubah ide, keyakinan, dan sikap mereka sendiri setelah menerima informasi baru. Mereka juga cenderung memiliki lingkup minat yang lebih luas dan cenderung lebih ingin tahu, imajinatif, dan kreatif. Individu yang memiliki keterbukaan rendah cenderung kurang reseptif pada idie-ide baru dan kurang mau mengubah pendirian mereka. Mereka cenderung memiliki lingkup minat yang lebih sempit, tidak ingin tahu, dan kurang kretif.
2.2.2 Karakteristik Kepribadian Lain di Lingkugan Kerja
Selain “lima besar” karakteristik, masih ada beberapa karakteristik kepribadian lain yang mempengaruhi perilaku di dalam organisasi.
Locus of control adalah sejauh mana orang percaya bahwa perilaku mereka memiliki dampak riil terhadap apa yang akan terjadi pada diri mereka. Individu yang yakin bahwa mereka memiliki kendali penuh atas hidup mereka dikatakan mempunyai internal locus of control. Individu yang berpikir bahwa kekuatan-kekuatan yang tidak bisa mereka kendalikan menentukan apa yang terjadi atas mereka dikatakan memiliki external locus of control.
Self-efficacy adalah keyakinan seseorang pada kapabilitasnya untuk melakukan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi yakin bahwa mereka mampu melakukan suatu tugas spesifik dengan baik, sedangkan individu dengan self-efficacy rendah cenderung meragukan kemampuan mereka untuk melakukan suatu tugas spesifik.
Otoritarianisme (authoritarianism) adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa perbedaan kekuasaan dan status berpengaruh pada sistem hierarki sosial seperti organisasi. Seorang individu yang sangat otoriter mungkin mau menerima perintah dari seseorang yang lebih berkuasa hanya karena yang memberi perintah adalah “bos”. Pada sisi lain, seseorang yang tidak begitu otoriter mungkin masih mau melaksanakan perintah yang wajar dan pantas dari bos, tapi dia juga cenderung mempertanyakan sejumlah hal, menampakkan ketidaksetujuan pada bos, dan bahkan menolak menjalankan perintah jika perintah itu tidak pantas karena sejumlah alasan.
Machiavellianisme (Machiavellianism) adalah karakteristik kepribadian yang dinamakan sesuai nama Niccolo Machiavelli, seorang penulis dari abad ke-16. Dalam bukunya yang berjudul The Prince, Machiavelli menjelaskan bagaimana kebangsawanan bisa dengan mudah mendapatkan dan menggunakan kekuasaan. Saat ini, machiavellianisme digunakan untuk menjelaskan perilaku yang ditujukan untuk mendapatkan kekuasaan dan mengendalikan perilaku orang lain. Individu yang Machiavellian cenderung lebih rasional dan non-emosional, bersedia berbohong untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi mereka, kurang mementingkan kesetiaan dan persahabatan, dan suka memanipulasi perilaku orang lain.
Self-esteem adalah sejauh mana seseorang meyakini bahwa dia adalah individu yang berharga dan berhak memperoleh pencapaian. Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi akan mencari pekerjaan-pekerjaan yang berstatus tinggi, lebih percaya pada kemampuannya meraih tingkat kinerja yang lebih tinggi, dan menikmati kepuasan batin yang lebih tinggi dari suatu pencapaian. Individu dengan tingkat self-esteem rendah mungkin akan puas pada pekerjaan-pekerjaan level rendah, kurang percaya pada kemampuannya sendiri, dan lebih berfokus pada balas jasa ekstrinsik.
Risk propensity adalah sejauh mana seorang individu bersedia mengambil risiko dan membuat keputusan-keputusan berisiko. Seorang manajer dengan risk propensity yang tinggi cenderung lebih mau bereksperimen dengan ide-ide baru dan berjudi dengan produk-produk baru. Dia juga akan membawa organisasi kea rah baru yang berbeda. Di sisi lain, dia juga bisa membahayakan kesehatan organisasi jika keputusan berisiko yang dibuat ternyata berakibat buruk. Seorang manajer dengan risk propensity rendah bisa menyebabkan organisasi menjadi stagnan dan terlalu konservatif , atau bisa jadi membantu organisasi mengatasi kekacauan dan kondisi tak-menentu dengan mempertahankan stabilitas dan ketenangan.
2.3 Sikap dan Perilaku Individu
Elemen penting lain dari perilaku individu dalam organisasi adalah sikap. Sikap adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan yang dimiliki seorang individu menyangkut ide, situasi, dan orang lain. Bekerja dengan keanekaragaman berfokus pada peran dari beragam sikap di dalam perusahaan. Sikap memiliki 3 komponen. Komponen afektif dari sikap mencerminkan perasaan dan emosi yang dimiliki individu menyangkut situasi. Komponen kognitif dari sikap berasal dari pengetahuan yang dimiliki undividu tentang situasi. Komponen maksud dari sikap mencerminkan bagaimana seorang individu akan berperilaku terhadap atau dalam situasi tertentu.
Individu-individu akan mencoba menjaga konsistensi antar ketiga komponen sikap mereka serta antar semua sikap mereka. Tetapi, kadang kala muncul situasi yang menyebabkan konflik. Konflik yang dialami individu antar sikapnya sendiri dinamakan dengan disonansi kognitif.
2.3.1 Sikap-sikap yang Berhubungan dengan Pekerjaan
Individu-individu di dalam organisasi menampakan sikap menyangkut banyak hal berbeda. Sebagian sikap ini lebih penting dari sikap-sikap yang lain. Sikap-sikap yang sangat penting adalah kepuasan atau ketidakpuasan kerja dan komitmen organisasional.
Kepuasan atau Ketidakpuasan Kerja. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja adalah suatu sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang bahagia atau puas pada pekerjaannya.Riset-riset ekstensif yang telah dilakukan mengenai kepuasan kerja mengindikasikan bahwa faktor-faktor pribadi seperti kebutuhan dan cita-cita individu mempengaruhi sikap ini, bersama-sama faktor-faktor kelompok dan organisasional seperti hubungan dengan rekan kerja dan supervisor serta kondisi kerja, kebijakan kerja, dan kompensasi.
Komitmen Organisasional. Komitmen organisasional (organizational commitment) adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya.
2.3.2 Perasaan dan Mood dalam Organisasi
Para peneliti akhir-akhir ini mulai memfokuskan minat pada komponen afektif dari sikap. Riset-riset telah menemukan bahwa meski fluktuasi perasaan dan emosi memang terjadi, juga terdapat kecenderungan stabil kea rah mood dan kondisi emosional yang cukup konstan dan bisa diramalkan. Sejulmah orang, misalnya, cenderung memiliki afektifitas positif yang tinggi. Mereka relative bersemangat dan optimis, secara umum bahagia, dan biasanya melihat sesuatu secara positif. Individu-individu lain, mereka yang memiliki afektifitas negatif biasanya kurang bergairah dan pesimis, dan biasanya melihat sesuatu secara negatif.
2.4 Persepsi dan Perilaku Individu
Salah satu elemen penting dari sikap adalah persepsi individu terhadap objek yang mempengaruhi sikap. Karena persepsi memainkan peran dalam beragam perilaku lingkungan kerja, manajer perlu mendapatkan pemahaman umum mengenai proses-proses perseptual dasar.
2.4.1 Proses-proses Perseptual Dasar
Persepsi adalah serangkaian proses yang diginakan seorang individu untuk mengenali dan menginterpretasikan informasi mengenai lingkungan.
Persepsi Selektif
Adalah proses penyaringan informasi-informasi yang tidak menyenangkan atau bertentangan dengan keyakinan kita. Dari satu sisi persepsi selektif bermanfaat karena memungkinkan kita untuk mengabaikan potongan-potongan yang tidak penting. Tapi jika persepsi selektif menyebabkan kita mengabaikan informasi-informasi penting, persepsi ini bisa sangat merugikan.
Stereotyping
Adalah proses pengklasifikasian atau pemberian label pada orang lain berbasis pada satu atribut tunggal. Atribut-atribut umum yang digunakan orang untuk membentuk stereotype adalah ras dan jenis kelamin. Sepanjang keahlian-keahlian komunikasi berpengaruh terhadap kinerja dan jurusan komunikasi massa betul-betul menyediakan keahlian-keahlian ini, bentuk stereotype ini bisa bermanfaat.
2.4.2 Persepsi dan Atribusi
Persepsi juga sangat terkait dengan proses lain yang dinamakan atribusi. Atribusi adalah mekanisme yang kita pakai untuk mengamati perilaku dan menyimpulkan penyebab-penyebabnya. Kerangka dasar yang menjadi basis pembentukan atribusi adalah consensus yaitu sejauh mana orang lain dalam situasi yang sama berlaku serupa pada waktu-waktu berbeda dan kekhususan yaitu sejauh mana orang yang sama berlaku serupa dalam situasi-situasi yang lain
2.5 Stres dan Perilaku Individu
Elemen penting lain dari perilaku dalam organisasi adalah stress. Stres (stress) adalah reaksi seorang individu terhadap rangsangan yang kuat. Rangsangan ini dinamakan penyebab stres (stressor). Stres umumnya mengikuti suatu siklus yang dinamakan sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrome), atau GAS. Saat seorang individu mendapatkan stressor untuk pertama kali, GAS dimulai dan tahap pertamanya aktif, yaitu ketakutan. Dia mungkin merasa panik, bingung bagaimana mengatasinya, dan merasa putus asa. Jika stressor terlalu kuat, individu mungkin tidak mampu mengatasinya dan tidak pernah betul-betul mencoba merespon apa yang diminta. Namun, dalam sebagian besar kasus, setelah mengalami ketakutan dalam beberapa saat, individu mulai mampu mengumpulkan kekuatan dan mulai menolak dampak negatif dari stressor.
Perlu dicatat bahwa stres tidak terlalu buruk. Tanpa stress, kita bisa mengalami kelesuan dan stagnasi. Pada sisi lain, level stress optimal, bisa menaikan motivasi dan kegairahan. Namun, stress berlebihan mempunyai konsekuensi negatif. Tekanan berlebihan, permintaan yang tidak masuk akal, dari segi waktu, dan berita buruk semuanya bisa menimbulkan stress. Salah satu aliran pemikiran tentang stress berfokus pada kepribadian tipe A dan tipe B. individu tipe A adalah individu-individu yang sangat kompetitif, gila kerja, dan memiliki sense of time urgency yang kuat. Individu-individu ini cenderung agresif, sabar, dan sangat berorientasi pada pekerjaan. Individu-individu yang kurang kompetitif, kurang tercurah pada pekerjaan, dan memiliki sense of time urgency yang rendah adalah individu tipe B. Individu-individu ini lebih jarang terlibat konflik dengan orang lain dan cenderung memiliki gaya hidup yang rileks
2.5.1 Penyebab dan Konsekuensi dari Stres
Penyebab-penyebab Stres. Penyebab-penyebab Stres yang berhubungan dengan pekerjaan dapat dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu: tuntutan tugas, fisik, peran, dan interpersonal. Tuntutan tugas terkait dengan tugas itu sendiri. Keharusan membuat keputusan secara cepat, keharusan membuat keputusan tanpa informasi yang lengkap, dan keharusan membuat keputusan dengan konsekuensi yang reltif serius adalah sejumlah situasi yang bisa menimbulkan stress. Tuntutan fisik adalah penyebab-penyebab stress yang terkait dengan lingkungan kerja. Bekerja di luar kantor dalam suhu yang sangat dingin atau panas, atau bahkan di dalam kantor yang tidak berAC, menimbulkan stress. Tuntutan peran juga bisa menimbulkan stress. Peran adalah sekolompok perilaku yang diharapkan dari suatu jabatan dalam kelompok atau organisasi. Stress bisa ditimbulkan baik oleh ketidakjelasan peran atau konflik peran yang mungkin dialami individu dalam kelompok. Tuntutan interpersonal adalah penyebab stress yang terkait dengan hubungan antar pribadi dalam organisasi. Gaya kepemimpinan juga bisa menyebabkan stress. Seorang individu yang mempunyai locus of control internal mungkin akan frustasi jika diminta untuk berkerja sama dengan seseorang yang lebih suka menunggu dan melihat apa yang akan terjadi.
Konsekuensi-konsekuensi dari Stres. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, dampak dari stress bisa positif atau negatif. Konsekuensi-konsekuensi negatif mungkin berbentuk perilaku, bersifat psikologis, atau medis. Konsekuensi-konsekuensi psikologis dari stress berhubungan dengan kesehatan mental dan kebahagiaan mental seseorang. Stres individual juga memiliki konsekuensi langsung kepada perusahaan. Bagi seseorang karyawan operasi, stres bisa berdampak pada kualitass kerja yang buruk dan produktivitas yang rendah. Konsekuensi dari stres adalah burnout, yaitu perasaan letih (secara fisik dan mental) yang mungkin muncul saat seseorang mengalami stress yang terlalu parah dalam jangka waktu yang lama.
2.5.2 Mengelola Stres
Mengingat konsekuensi-konsekuensi potensial dari stres, baik individu maupun organisasi harus memikirkan cara membatasi dampak negatif dari stres. Banyak ide dan pendekatan telah dikembangkan untuk membantu mengelola stres. Salah satu cara individu mengelola stres adalah melalui olahraga. Individu-individu yang berolahrga secara regular akan merasa lebih rileks dan lebih tenang, lebih percaya diri, dan lebih optimis. Kondisi fisik yang lebih baik juga membuat mereka lebih kebal terhadap banyak penyakit umum. Metode lain yang digunakan orang-orang untuk mengelola stress adalah reklaksasi. Relaksasi memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungan, dan dengan demikian lebih mampu mengatasi stress yang dialaminya. Relaksasi memiliki banyak bentuk, seperti berlibur secara teratur. Individu-individu juga bisa memanfaatkan manajemen waktu untuk mengenddalikan stres. Konsep di belakang manajemen waktu adalah banyak tekanan harian dapat dikurangi atau dihilangkan jika individu dapat mengelola waktu dengan lebih baik. Terkhir, individu dapat mengelola stress melalui grup pendukung (support group). Sebuah grup pendukung bisa berupa kelompok sederhana, seperti kelompok yang beranggotakan anggota keluarga atau teman. Bermain basket atau menonton bioskop setelah bekerja dengan beberapa rekan kerja misalnya, bisa membantu menghilangkan stress yang telah terakumulasi sejak pagi.
2.6 Kreativitas dalam Organisasi
Kreativitas adalah komponen penting lain dari perilaku individu dalam organisasi. Isu manajemen kontemporer membahas pengaruh potensial ruang kerja bagi kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan seorang individu untuk menciptakan ide-ide baru atau menempatkan perspektif baru pada ide-ide lama.
2.6.1 Individu Kreatif
Kreativitas adalah kemampuan seorang individu untuk menciptakan ide-ide baru atau menempatkan perspektif baru pada ide-ide lama. Atribut-atribut umum dari individu kreatif secara umum berada dalam tiga kategori:
Latar Belakang Pertumbuhan dan Kreativitas. Para peneliti menemukan bahwa banyak individu kreatif dibesarkan di dalam lingkungan yang menumbuhsuburkan kreativitas. Mozart tumbuh di dalam keluarga musisi dan memulai menggubah musik pada umur 6 tahun. Irene, yang memenangkan hadiah Nobel di bidang kimia. Kreativitas Thomas Edison ditumbuhkan oleh ibunya. Tetapi, individu-individu yang memiliki latar belakang sangat berbeda dengan individu-individu di atas juga bisa kreatif. Aktivis anti perbudakan Afrika-Amerika dan penulis Frederick Douglass dilahirkan dalam lingkungan perbudakan di Tuckahoe, Maryland, dan hampir tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Akan tetapi, kemampuan pidato dan pemikiran kreatifnya yang luar biasa telah melahirkan Proklamasi Emansipasi, yang melarang perbudakan di AS.
Karakteristik-karakteristik Pribadi dan Kreativitas. Karakteristik – karakterisktik yang dimiliki oleh sebagian besar individu kreatif adalah keterbukaan, ketertarikan pada kompleksitas, energi tinggi, independen dan otonom, kepercayaan diri yang kuat, dan sangat yakin bahwa dirinya, sebetulnya, adalah kreatif.
Kemampuan Kognitif dan Kreativitas. Kemampuan kogintif adalah kekuatan untuk berpikir pintar serta menganalisis situasi dan data secara fektif. Kreativitas juga terkait dengan kemampuan untuk berpikir divergen dan kovergen. Pemikiran divergen adalah keahlian yang memungkinkan seseorang melihat perbedaan-perbedaan antarsituasi, fenomena, atau kejadian. Pemikiran konvergen adalah keahlian yang memungkinkan seseorang melihat kesamaan antarsituasi, fenomena, atau kejadian.
2.6.2 Proses Kreatif
Persiapan. Pendidikan pelatihan formal biasanya merupakan cara yang paling efisien agar seseorang familier dengan begitu bayak riset dan pengetahuan. Pendidikan formal bisa menjadi cara yang paling efektif bagi seorang individu agar bisa bekerja dengan efektivitas optimal dan langsung menyediakan kontribusi-kontribusi kreatif.
Inkubasi. Periode konsentrasi sabar berintensitas rendah saat pengetahuan dan ide-ide yang diperoleh selama fase persiapan telah matang dan berkembang. Proses inkubasi sering kali terbantu oleh jeda di dalam pemikiran rasional, seperti membaca atau mendengar musik, bahkan terkadang tidur pun bisa menyediakan jeda yang diperlukan.
Wawasan. Adalah terobosan spontan di mana individu kreatif meraih pemahaman baru tentang berbagai masalah atau situasi. Wawasan (insight) mewakili penyatuan semua pikiran-pikiran dan ide-ide terpencar yang telah matang selama inkubasi. Wawasan dapat dipicu oleh sejumlah kejadian eksternal, seperti pengalaman baru atau data baru yang memaksa sang individu untuk berpikir tentang isu-isu dan masalah-masalah lama dari perspektif baru, atau semata-mata merupakan kejadian internal di mana pola-pola pemikiran akhirnya berkoalisi sedemikian rupa sehingga menghasilkan pemahaman baru.
Verifikasi. Setelah wawasan muncul, verifikasi menentukan validitas atau kebenaran dari wawasan. Verifikasi mungkin juga melibatkan pengembangan prototipe produk atau jasa. Prototipe adalah satu atau beberapa produk yang dibuat hanya untuk melihat apakah ide-ide di belakang produk ini betul-betul fungsional.
2.6.3 Meningkatkan Kreativitas dalam Organisasi
Salah satu metode yang penting untuk memupuk kreativitas adalah dengan menjadikan kreativitas sebagai bagian dari kultur organisasi, umumnya dengan tujuan-tujuan eksplisit. Bagian penting lain untuk memupuk kreativitas adalah member I balas jasa kepada kesuksesan-kesuksesan kreatif sekaligus bertindak hati-hati agar tidak menghukum kegagalan-kegagalan kreatif.
2.7 Tipe-tipe Perilaku di Lingkungan Kerja
Perilaku lingkungan kerja (workplace behavior) adalah pola tindakan anggota-anggota organisasi yang memengaruhi efektivitas organisasi secara langsung atau tidak langsung. Perilaku-perilaku lingkungan kerja yang penting meliputi kinerja dan produktivitas, abstenseisme dan perputaran, serta keanggotaan organisasional.
2.7.1 Perilaku Kinerja
Adalah seluruh perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan yang diharapkan oleh organisasi untuk ditampilkan oleh individu. Jadi, perilaku-perilaku ini berasal dari kontrak psikologis. Bagi sejumlah pekerjaan, perilaku kinerja dapat didefinisikan secara sempit dan dapat diukur secara mudah.
2.7.2 Perilaku Penarikan Diri
Tipe perilaku lingkungan kerja lain yang penting adalah perilaku yang berasal dari penarikan diri, absenteisme dan perputaran. Absenteisme terjadi saat seorang individu tidak datang ke tempat kerja. Penyebabnya mungkin sah (sakit, bertugas jadi juri, kematian dalam keluarga, dll) atau palsu. Dalam kedua kasus, kuantitas dan kualitas dari output aktual besar kemungkinan akan menurun. Strategi kunci organisasi adalah meminimalkan absen palsu dan mengurangi absen sah sebisa mungkin. Perputaran tenaga kerja (turnover) terjadi saat karyawan berhenti dari pekerjaan mereka. Sebuah organisasi biasanya menanggung biaya karena harus mengganti individu yang telah berhenti, apalagi jika perputaran (tenaga kerja) melibatkan individu-individu yang sangat produktif, biayanya bahkan lebih tinggi. Secara umum, kecocokan orang-pekerjaan yang buruk cenderung menyebabkan turnover. Mengelola turnover secara langsung biasanya sangat sukar, bahkan di dalam organisasi yang menyediakan balas jasa tinggi untuk karyawan-karyawan berkinerja baik.
2.7.3 Keanggotaan Organisasional (Organizational Citizenship)
Adalah perilaku individu yang memberikan kontribusi menyeluruh yang positif bagi organisasi.
2.8 Dasar – dasar Perilaku Individual
Dalam perilaku organisasi terdapat empat variable dasar-dasar perilaku individu, yaitu : karakteristik biografik, kemampuan, kepribadian, dan proses belajar.
2.8.1 Karakteristik Biografik
a. Umur karyawan.
Beberapa pernyataan dari umur karyawan yang dapat di ambil, yaitu:
• Makin tua karyawan, makin kecil lemungkinan karyawan tersebut keluar dari pekerjaan Umur berkorelasi negatif dengan absen kerja, kecuali untuk absen kerja yang tak bisa dihindari
• Banyak anggapan bahwa produktivititas kerja menurun seiring pertambahan usia,
• Hubungan umur dengan kepuasan kerja menunjukan hubungan yang positif, namun pada perusahaan modern yang menggunakan teknologi komputer canggih kepuasaan karyawan yang sudah tua menjadi menurun, karena mereka enggan mempelajari teknologi baru.
b. Jenis Kelamin.
Secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki dalam produktivitas kerja dan dalam kepuasan kerja.
c. Status Perkawinan
Karyawan yang berstatus kawin ternyata lebih sedikit absen kerja, lebih jarang pindah kerja, dan lebih mengekspresikan kepuasan kerja.
d. Jumlah anggota keluarga
Makin besar jumlah anggota keluarga makin terlihat kepuasan kerja. Belum dapat ditarik kesimpulan mengenai hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan produktivitas kerja dan dan pindah kerja, tetapi dalam kaitannya dengan absen kerja diketahui bahwa makin besar jumlah anak dalam keluarga, makin besar pula angka absen kerja.
e. Senioritas karyawan, karyawan-karyawan senior lebih kecil angka absen kerja, dan angka pindah kerjanya, dan perilaku karyawan dimasa lalu dapat dipakai untuk meramalkan perilakunya pada masa mendatang.
2.8.2 Kemampuan Kerja
Yaitu kapasitas individu menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan. Kemapuan menyeluruh seorang karyawan meliputi:
a. Kemampuan Intelektual
b. Kemampuan / Kecakapan Emosional
c. Kemampuan Fisik
d. Kesesuaian antara Kemampuan dan Pekerjaan
2.8.3. Kepribadian.
Kepribadian merupakan perangkat gambaran diri yang terintegrasi dan merupakan perangkat total dari kekuatan intrapsikis, yang membuat diri seseorang menjadi unik, dengan perilaku yang spesifik. Hal-hal yang mempengaruhi kepribadian seseorang yaitu : faktor keturunan, faktor lingkungan, kondisi situasional (kepribadian , dan watak kepribadian. Karakteristik kepribadian dapat digunakan untuk meramalkan perilaku manusia dalam organisasi atau perusahaan.
2.8.4. Proses Belajar
Proses belajar yaitu perubahan perilaku yang relative permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman hidup. Beberapa teori belajar diantaranya :
a. Pengondisian Klasik : mempelajari respons yang terkondisikan ternyata melibatkan asosiasi antara stimuli yang tak terkondisikan.
b. Teori Belajar Sosial, merupakan ekstensi dari pengondisian operatif yang menganggap bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari konsekuensinya, juga merupakan campuran dari proses belajar observasional dan peranan persepsi dalam proses belajar tersebut. Teori belajar sosial memasukkan proses proses atensi, retensi, reproduksi motorik, dan proses penguatan agar proses belajar dapat berhasil secara signifikan.
Proses belajar bisa dilakukan dengan perbaikan bertahap (shaping), yaitu perilaku manajer dalam organisasi yang mengajari karyawan berperilaku tertentu yang bisa menguntungkan perusahaan dan mereka mencoba membimbing karyawan tersebut secara bertahap. Cara umum yang dapat ditempuh dalam perbaikan bertahap yaitu:
a. Penguatan Positif : respons dari perbuatan karyawan diikuti dengan sesuatu yang menyenangkan
b. Penguatan negatif : respons dari perbuatan karyawan diikuti oleh pengakhiran atau penghentian sesuatu yang tidak menyenangkan
c. Extinction : pemberian hukuman sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dalam rangka mengeliminasi perilaku yang tidak diinginkan.
Daftar Rujukan
Ehsa. 2011. Perilaku Organisasi, (Online), (http://ehsablog.com/perilaku-organisasi-po.html diakses: 3 Oktober 2011)
Griffin. 2003. Manajemen Edisi 7 Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Wikipedia. 2011. Organisasi, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi diakses: 3 Oktober 2011).
0 komentar:
Posting Komentar