Peranan Pabrik Gula Berbasis Green Economy Concept (Konsep Ekonomi Hijau) terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Daerah Melalui Sinergisitas UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan
Pemerintah dalam Implementasi Pendekatan OVOP (One Village One Product) dan Supply
Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan)
Gula
merupakan salah satu komoditas bahan pokok yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari. Maka, tak heran apabila laju harga pasar gula yang
melambung tinggi akan mengakibatkan dampak besar pada masyarakat. Terlebih lagi
ketika bukan pada saat musim giling. Ketersediaan gula yang menipis
mengakibatkan harga pasar gula menjadi lebih mahal. Kondisi ini bukan hanya
berdampak pada laju inflasi gula semata, tetapi multiplier effect yang dihasilkannya pun akan berimbas pada inflasi
beberapa produk lain. Ketika beberapa harga produk menjadi mahal, maka daya
beli masyarakat akan menurun, sehingga secara otomatis aktivitas perekonomian yang
diikuti dengan pertumbuhan ekonomi daerah ataupun nasional akan mengalami degradasi
pula.
Salah
satu pihak yang akan merasakan dampak inflasi tersebut adalah para pelaku usaha
industri rumah tangga, seperti: UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).
Sejatinya, UMKM merupakan bentuk usaha yang tahan banting terhadap krisis
global, terbukti ketika krisis moneter menimpa perekonomian Indonesia pada
tahun 1998. Ketika industri-industri besar mengalami kebangkrutan dan terpaksa
melakukan PHK terhadap karyawan, sektor UMKM justru dapat bertahan dan menopang
perekonomian, bahkan menjadi lebih berkembang. Karena UMKM tidak terlalu terlibat
terhadap penggunaan bahan baku import dan tidak terlalu ikut serta dalam
aktivitas sektor perbankan, seperti permodalan usaha.
Pada
tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap pendapatan devisa nasional melalui ekspor
nonmigas mengalami peningkatan sebesar Rp 40,75 triliun atau 28,49 persen yaitu
dengan tercapainya angka sebesar Rp 183,76 triliun atau 20,17 persen dari total
nilai ekspor nonmigas nasional. [1] Kemudian
produk domestik bruto (PDB) nasional atas harga konstan tahun 2000 nasional
mengalami perkembangan sebesar Rp 115,41 triliun atau 6,13 persen dari tahun
2007. [2] Sedangkan
pada tahun 2010, Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri, Perdagangan, dan
Pariwisata, Edy Putra Irawadi mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) 2010 terdapat 53,2 juta unit UMKM dengan jumlah tenaga kerja
yang terserap sekitar 99,40 juta orang atau 97.22 persen. [3] Ketiga
pernyataan di atas mengimplikasikan bahwa keberadaan UMKM memang merupakan
salah satu langkah nyata upaya peningkatan perekonomian dan menekan angka
kemisikinan atau pengangguran.
Melihat
permasalahan dan beberapa kondisi di atas, maka PTPN X yang menanungi beberapa
pabrik gula di Indonesia sebenarnya memiliki peran penting terhadap pergerakan
roda perekonomian daerah pada khususnya, dan perekonomian nasional pada
umumnya. Salah satu bentuk upayanya adalah dengan membangun sinergisitas atau
kerja sama antara pihak pabrik gula, dalam hal ini adalah pemerintah, karena
termasuk dalam BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dengan pihak masyarakat sekitar.
Bentuk nyata dari upaya ini adalah dengan mewujudkan UMKM melalui pendekatan
OVOP (One Village One Product) pada
masyarakat sekitar lingkungan pabrik gula untuk mendorong aktivitas
perekonomian di daerah tersebut. Menggunakan pendekatan OVOP ini adalah cara
yang paling tepat untuk menyukseskan program pemerintah, khususnya Kementerian
Koperasi dan UKM. OVOP dirintis oleh Prof. Morihiko Hiramatsu yang saat itu
menjabat sebagai Gubernur Oita, Jepang tepatnya
pada tahun 1980. OVOP di Jepang berhasil mengangkat Oita dari prefekture paling
miskin di Jepang menjadi daerah terkaya nomor tiga saat ini. Lantas konsep ini berkembang atau diduplikat oleh
negara-negara ASEAN di antaranya Malaysia, Philipina, Indonesia, Kamboja,
Vietnam, Thailand, negara-negara di Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur, dan
Amerika Selatan. [4]
Pendekatan OVOP ini terus dikembangkan oleh beberapa negara di dunia dan
produk-produknya mendapat respon baik dari pasar lokal maupun global.
Konsep
OVOP adalah mengembangkan potensi keunikan yang dimiliki daerah secara
terintegrasi untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
sekaligus meningkatkan rasa percaya diri serta kebanggaan akan kemampuan
sendiri dan daerahnya. [5]
Jadi, produk OVOP adalah produk suatu daerah dengan keunikan yang tidak
dimiliki daerah lain. Karena keunikannya dan proses produksinya yang langka,
sehingga akan memberikan nilai tambah produk tersebut. Selanjutnya daerah OVOP
menjadi menarik, dan bisa dijadikan tujuan wisata. Tentu ini menjadi peluang
bisnis baru, yang juga akan memberikan kontribusi bagi daerah tersebut. OVOP di
Indonesia umumnya adalah UMKM yang konsisten menjalin kerjasama dengan
perusahaan-perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan terus mendapat
bimbingan serta aneka bantuan dari
pemerintah. Hal ini berkaitan dengan produk yang dihasilkan mewakili identitas
daerah bahkan negara. Dimana produk-produknya mencerminkan keunikan suatu
daerah atau desa. Langkah ini dilakukan untuk mengembangkan komoditas unggulan
beberapa daerah di seluruh Indonesia.
Peran Pabrik Gula
terhadap Pergerakan Roda Perekonomian Daerah Melalui Implementasi Pendekatan
OVOP pada UMKM
Seperti
yang telah kita ketahui, keberadaan pabrik gula di suatu daerah pastilah
melibatkan orang-orang yang ada di sekitar lingkungannya, seperti masyarakat
sekitar. Pelaksanaan operasional pabrik gula tersebut akan menyerap tenaga
kerja dari masyarakat sekitar tersebut. Selain itu, pabrik gula juga merupakan
pihak yang akan menjadi penyewa lahan pertanian masyarakat sekitar untuk
penanaman tebu atau lahan untuk aktivitas operasionalnya. Bukan hanya itu,
terkadang beberapa pabrik gula menjadi konsumen tetap pengadaan tebu dari
masyarakat sekitar sebagai bahan baku produksi gula. Bahkan apabila sedang
musim giling, tidak ayal aktivitas pabrik gula membangun pola konsumsi
masyarakat yang berbeda di daerah tersebut dengan mengadakan suatu festival
musim giling, sehingga aktivitas perekonomian berkembang pesat. Namun, sebenarnya pihak pabrik gula dapat berperan lebih dari
itu semua. Pabrik gula punya kontribusi yang dapat menciptakan aktivitas
perekonomian daerah sekitarnya berjangka waktu lebih lama dan memiliki multiplier effect positif yang lebih
luas, yaitu melalui perannya yang bekerja sama membangun sinergisistas bersama
masyarakat sekitar untuk menciptakan UMKM dengan pendekatan OVOP. Melihat
kondisi fluktuasi gula yang terkadang tidak seimbang bahkan dapat berdampak
inflasi, pabrik gula dapat membangun Supply
Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) yang kuat bersama masyarakat
untuk menciptakan suatu produk lokal unggulan dengan konsep “Satu Desa Satu
Produk”. Bentuk rantai ini untuk menjalin hubungan kerja sama mulai dari
pengadaan bahan baku seperti gula hingga pada pemasaran produk lokal unggulan
tersebut. Bukan hanya itu, karena konsep OVOP diciptakan untuk membangun
identitas suatu daerah, maka melalui peran pihak pabrik gula ini, daerah
sekitar tersebut juga dapat dibangun sebagai daerah atau desa wisata tanaman
tebu dengan menampilkan perkebunan tebu, memperkenalkan pengetahuan tentang
tebu, dan mencipakan kawasan wisata yang indah tentang tebu. Bahkan,
pelaksanaannya tersebut juga dapat menjadi salah satu media pemasaran yang baik
terhadap produk-produk lokal unggulan yang diciptakan dari hasil UMKM itu
sendiri.
Jadi,
pihak pabrik gula dapat menjadi supplier gula
terhadap UMKM setempat dengan produk lokal unggulan yang berbahan dasar
komoditas gula. Mengingat kondisi harga gula yang dapat mencekik
keberlangsungan UMKM tersebut. Sehingga dengan adanya kerja sama ini,
diharapkan masalah kenaikan harga gula sudah tidak menjadi masalah terhadap
pelaksanaan UMKM tersebut. Selain itu, pihak pabrik gula yang dalam hal ini
berperan sebagai pemerintah (BUMN) dapat menjadi fasilitator komunikasi antara
pihak masyarakat (UMKM) dengan pemerintah pusat atau pemerintah daerah terkait
dengan perwujudan regulasi pelaksanaan UMKM tersebut. Bukan hanya itu, pihak pabrik
gula juga dapat menjadi sumber bantuan operasional UMKM melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility). Selain
dana tersebut untuk keperluan lingkungan alam, dana CSR juga dapat dimanfaatkan
sebagai bentuk pelatihan pemasaran terhadap produk lokal unggulan pelaksanaan
OVOP tersebut, mengingat pihak pabrik gula memiliki kaum-kaum intelektual dalam
hal pemasaran. Karena produk lokal unggulan yang nantinya akan diciptakan oleh
UMKM berbasis OVOP ini juga tidak akan mudah terwujud dengan sendirinya, karena
produk akan melalui tahap-tahap siklus hidup produk yang membutuhkan manajemen
pemasaran dengan baik mulai dari pengenalan, pertumbuhan, pematangan, hingga
pelaksanaan diversfikasi produk atau strategi lain ketika produk dalam masa decline (penurunan). Salah satu bentuk nyata bantuannya adalah
dengan pengadaan pelatihan packaging (kemasan).
Melalui kemasan inilah, produk lokal unggulan akan memiliki citra yang baik dan
nilai jual yang jauh lebih tinggi sehingga dapat dipasarkan secara luas bahkan
global, dan dapat memaksimalkan pendapatan masayarakat sekitar.
Jika
pelaksanaannya berjalan dengan baik, maka pihak masyarakat akan merasa terbantu
dan diperhatikan oleh pihak pabrik gula. Kondisi ini akan berdampak baik atau
memberikan feed back kepada pihak
pabrik gula itu sendiri, seperti dalam hal ketersediaan tenaga kerja,
ketersediaan bahan baku tebu untuk produksi gula, ketersediaan lahan pertanian
atau lahan-lahan lainnya, dan yang paling penting adalah sikap kooperatif
masyarakat sekitar terhadap pihak pabrik gula. Hal ini akan sangat
menguntungkan pihak pabrik gula untuk menjalankan bisnisnya sebagai industri
gula. Namun, masih perlu diingat bahwa untuk menjalankan operasional bisnisnya tersebut,
prisnsip sustainable development (pembangunan
berkelanjutan) harus tetap dijalankan. Melalui green economy concept [6] tersebut diharapkan pelaksanaan bisnis industri
gula akan terus berjalan dengan tetap memerhatikan kondisi lingkungan alam.
Apabila
semua bentuk kerja sama tersebut berjalan lancar dan terlaksana sebagaimana
mestinya. Maka sudah dapat dipastikan bahwa pergerakan ekonomi daerah akan
mengalami peningkatan pesat. Pelaksanaan UMKM dengan produk lokal unggulan
melalui pendekatan OVOP ini pasti akan menyerap banyak tenaga kerja, seperti: tenaga
kerja dalam hal operasional produksi produk lokal unggulan, tenaga kerja
pemasar produk, ataupun tenaga kerja sektor desa wisata (perawatan, penjagaan,
kaum intelektual). Selain itu, melalui produk lokal unggulan tersebut
masyarakat dapat membangun kios-kios kecil sebagai media penjualan produknya di
daerah atau desa wisata. Kondisi seperti ini jelas akan mengingkatkan aktivitas
perekonomian daerah tersebut, sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat, dan
hal ini berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang nantinya juga akan
berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan sebagai solusi
permasalahan makro ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran.
[1] Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 28 Januari
2013.
[2] Edy Suandi Hamid dan Y. Sri Susilo. Strategi
Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
2011. Volume 12, Nomor 1, hlm. 45-55.
[3] Anonim, UMKM
Jadi Andalan. www.depkop.com. Diakses pada tanggal 29 Januari
2013.
[4] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. http://ikm.kemenperin.go.id. Diakses pada tanggal 29 Januari 2013
[5] Sahat M.
Pasaribu. 2011. Pengembangan
Agro-Industri Perdesaan Dengan Pendekatan One Village One Product (OVOP). Forum Penelitian Agro Ekonomi . Volume
29, Nomor 1, hlm. 1-11.
[6] Green Economy Concept (Konsep Ekonomi Hijau) adalah sebuah rezim
ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial,
yang sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Green Economy juga berarti perekonomian
yang rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat
sumber daya alam dan berkeadilan sosial. Menurut (UNEP; United Nations
Environment Programme) dalam laporannya berjudul Towards Green Economy
menyebutkan, Green Economy adalah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan
dan keadilan sosial. Green Economy ingin menghilangkan dampak negatif
pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.
semangat agung :D lanjutkan !!! ahahahaha (ini anna :D)
BalasHapussemangat agung :D lanjutkan !!! ahahahaha
BalasHapusTerimakasih semuanya... :D.. Wkekkee
BalasHapus