A. Konsep Supply Chain
Supply Chain Management adalah hubungan jangka panjang antara suatu perusahaan dan para pemasoknya untuk menjamin ketepatan waktu pengiriman barang-barang dan jasa pemasoknya untuk menjamin keteptan waktu pengiriman barang-barang dan jasa dengan harga kompetitif.. Supply chain adalah tahap-tahap yang
dijalankan perusahaan dalam mentransformasi bahan baku menjadi barang jadi yang
dibeli oleh pelanggan. Isu-isu yang berhubungan dengan penyampaian/pengiriman
barang kepada perusahaan disebut inbound
logistics. Sedang isu-isu yang berhubungan dengan penyampaian produk kepada
pelanggan perusahaan dan/atau distributor disebut outbound logistics.
Pada
hakekatnya, supply chain
memperebutkan pelanggan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Semua pihak
yang berada dalam satu rantai supply chain harus bekerja sama satu dengan lainnya
semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan harga murah,
berkualitas, dan tepat pengirimannya. Persaingan dalam konteks Supply
chain management adalah persaingan antar rantai, bukan antar individu
perusahaan. Kelemahan praktek tradisional yang bersifat adversarial adalah
terfokusnya ukuran keberhasilan dan aktivitas pada bagian-bagian kecil
dari supply chain yang justru sering berlawanan dengan tujuan akhir untuk
meningkatkan pelayanan pada pelanggan atau konsumen akhir.
Terdapat beberapa alasan
bagi para manajer untuk memperhatikan supply
chain. Pertama, agar responsive
terhadap perubahan kebutuhan pelanggan. Kedua, biaya pembelian bahan baku dan
komponen-komponennya mencapai 60% dari harga pokok penjualan (cost of good sold). Ketiga, biaya logistik
(biaya transportasi dan distribusi) berhubungan dengan penyampaian produk terus
meningkat. Keempat, meningkatnya
tekanan kepada para manajer untuk mengurangi persediaannya. Kelima, teknologi informasi mendorong para manajer untuk lebih
memperhatikan supply chain dan telah menggeser fungsi pembelian.
B.
Evolusi Supply Chain Management
Dalam perkembangannya, supply chain management telah banyak
mengalami evolusi yang dapat digambarkan dalam 4 tahap, sebagai berikut:
1. Tahap 1, dalam tahap ini ada semacam
kesendiriran dan tidak saling ketergantungan fungsi produksi dan fungi
logistic. Mereka menjalankan program-program sendiri yang terlepas satu sama
lain (in-complete isolation). Contohnya adalah bagian produksi yang hanya
memikirkan bagaimana membuat barang sesuai dengan mutu yang telah ditetapkan,
dan sama sekali tidak mau ikut memikirkan penumpukan inventory dan penggunaan
ruang gudang yang menimbulkan biaya persediaan yaitu bisaya simpan.
2. Tahap 2, dalam tahap ini perusahaan
sudah mulai menyadari pentingnya integrasi perencanaan walaupun dalam bidang
yang masih terbatas, yaitu di antara fungsi internal yang paling berdekatan,
misalnya prosuksi dengan inventory
control dan functional integration
yang lain
3. Tahap 3, dalam tahap ini integrasi
perencanaan dan pengawasan atas semua fungsi yang terkait dalam satu perusahaan
(Internal Integration)
4. Tahap 4, dalam tahap ini
menggambarkan tahap sebenarnya dari supply chain integration, yaitu integrasi
total dalam konsep perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang telah dicapai
dalam dalam tahap 3 dan diteruskan ke
upstreams yaitu suppliers dan
downsterams sampai ke pelanggan. Evolusi supply
chain management yang telah mencapai tahap keempat tersebut menunjukkan
suatu integrasi yang menyeluruh di antara seluruh komponen terkait sehingga
menuntut adanya transparansi arus informasi. Strategi kemitraan dapat digunakan
untuk mewujudkan kelancaran arus pasokan.
C.
Strategi Supply Chain
Strategi
supply chain yang tepat merupakan
elemen penting dalam implementasi strategi bisnis perusahaan.
Perusahaan-perusahan harus dengan hati-hati merencanakan kapasitas dan
peramalan permintaannya agar supaya menghindari bullwhip effect dan menjamin ketepatan waktu penyampaian pesanan
pelanggan dan meminimalkan kelebihan persediaan. Sumber utama
persoalan-persoalan yang selalu menciptakan ketidakseimbangan penawaran dan
permintaan adalah ketidakpastian. Ketidakpastian tidak terlepas dari sisi
permintaan dan sisi penawaran dari kebanyaka supply chain. Sebagai langkah
pertama dalam mengevaluasi dan meningkatkan kinerja supply chain, Fisher dan
Lee mengembangkan kerangka kerja untuk memahami ketidakpastian yang ada dalam
supply chain. Fisher memfokuskan kerangka kerjanya pada ketidakpastian sisi
permintaan, sedangkan kerangka kerja Lee memperluasnya dengan memasukkan
ketidakpastian sisi penawaran. Kerangka kerjanya mengkategorikan produk-produk
sebagai fungsional atau inovatif, didasarkan pada ketidakpastian karakteristik
pemintaan dan penawarannya.
Produk
fungsional adalah produk-produk tipe komoditi dengan permintaan stabildan
profit marginnya rendah, sedang produk inovatif adalah produk baru yang
memiliki derajad inovasi tinggi dan biasanya permintaannya tidak stabil dan
profit marginnya tinggi.
Pembedaan
yang sama dapat dilakukan atas ketidakpastian yang berhubungan dengan sisi
penawaran. Suatu produk dengan stable
supply process dapat diproduksi dengan cara yang dapat diprediksi,
sebaliknya produk yang diproduksi yang sulit diprediksi disebut evolving supply process. Namun demikian,
Lee mencatat bahwa dalam hal ini tidak selalu bahwa produk-produk fungsional
memiliki stable supply process dan
produk-produk inovatif memiliki evolving
supply process. Misalnya, permintaan tahunan untuk tenaga listrik untuk
suatu wilayah adalah predictable,
tetapi penawaran/pasokan listrik tenaga air tidak, karena bergantung pada
jumlah curah hujan di wilayah tersebut.
Pemahaman
atas perbedaan-perbedaan tersebut dengan tetap memperhitungkan ketidakpastian
permintaan dan penawaran mengusulkan suatu kerangka kerja yang seragam bagi supply chain management. Terdapat empat
strategi untuk pengelolaan supply chain secara efektif, yaitu: efficient supply chain; risk-hedging supply
chain, responsive supply chain; dan
agile supply chain.
Efficient supply chain cocok untuk
produk-produk fungsional dengan stable
supply processes. Dalam kondisi lingkungan seperti ini, strategi supply
chain sebaiknya memfokuskan pada strategi penurunan biaya. Produk-produk
seperti ini biasanya ada dalam suatu lingkungan persaingan yang tinggi yang
didominasi oleh strategi persaingan biaya rendah.
Risk-hedging supply chain cocok untuk produk-produk fungsional dengan unstable supply processes. Focus dari
strategi supply chain sebaiknya pada penjaminan ketersediaan produk.
Responsive supply chain
Agile supply chain.
D.
Manfaat Supply Chain Management (SCM)
Secara umum penerapan
konsep SCM dalam perusahaan akan memberikan manfaat yaitu kepuasan
pelanggan,meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan asset
yangsemakin tinggi, peningkatan laba, dan perusahaan semakin besar.
1. Kepuasan pelanggan. Konsumen atau
pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses produksi setiap
produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud
dalam konteks initentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang.
Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan
pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.
2. Meningkatkan pendapatan. Semakin
banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan turut pula
meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang
dihasilkan perusahaan tidak akan ‘terbuang’ percuma, karena diminati
konsumen.
3. Menurunnya
biaya. Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir
berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.
4. Pemanfaatan
asset semakin tinggi. Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan
terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan
mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut
dalam pelaksanaan SCM.
5. Peningkatan
laba. Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi
pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.
6. Perusahaan semakin besar.
Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya
lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.
Keenam manfaat yang sudah
dijelaskan seperti tersebut di atas merupakan manfaat tidak langsung. Secara
umum, manfaat langsung dari penerapan SCM bagi perusahaan adalah :
1. SCM secara fisik dapat mengkonversi
bahan baku menjadi produk jadi dan mengantarkannya kepada konsumen akhir.
Manfaat ini menekankan pada fungsi produksi dan operasi dalam sebuah
perusahaan. Dalam fungsi ini dilakukan penggunaan dari seluruh sumber daya yang
dimilki dalam sebuah proses transformasi yang terkendali, untuk memberikan nilai
pada produk yang dihasilkan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan dan
mendistribusikannya kepada konsumen yang dibidik.
2. SCM berfungsi sebagai mediasi pasar,
yaitu memastikan apa yang dipasok oleh rantai suplai mencerminkan aspirasi
pelanggan atau konsumen akhir tersebut.
E. Persyaratan Penerapan Supply
Chain Management
Sebagai suatu konsep yang
melibatkan banyak pihak sebagai mata rantai, SCM menuntut beberapa persyaratan
yang tidak hanya terkait dengan material, tetapi juga informasi. Syarat utama
dari penerapan SCM tentunya dukungan
manajemen. Manajemen semua level dari strategis sampai operasional harus
memberikan dukungan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian,
koordinasi, pelaksanaan, sampai pengendalian.
Selain dukungan
manajemen, syarat lain merupakan syarat yang melibatkan faktor eksternal yaitu pemasok
dan distributor. Sebelum membangun komitmen dan melaksanakan ‘kontrak
kerja’ dengan para pemasok, maka perusahaan terlebih dahulu harus
melaksanakan evaluasi pemasok. Sebagai catatan, melaksanakan evaluasi pemasok untuk
pemasok yang ‘bermain’ dalam pasar yang monopoli tentunya sulit dan tidak
bisa dilaksanakan, sehingga yang perlu dilakukan untuk kondisi ini adalah
membangun kemitraan dalam suatu kesepakatan. Evaluasi pemasok dilakukan apabila untuk material yang sama
dapat diperoleh lebih dari satu alternatif pemasok. Setidaknya ada tiga
kriteria dalam melakukan evaluasi pemasok, yaitu: keadaan umum pemasok, keadaan
pelayanan, dan keadaan material.
Beberapa contoh indikator
darisetiap kriteria evaluasi pemasok adalah sebagai:
1. Keadaan umum pemasok
a. Ukuran atau kapasitas
produksi
b. Kondisi finansia
c. Kondisi operasional
d. Fasilitas riset dan
desain
e. Lokasi geografis
f. Hubungan
dagang antar industry
2. Keadaan pelayanan
a. Waktu penyerahan
material
b. Kondisi kedatangan
material
c. Kuantitas pemesanan
yang ditolak
d. Penanganan keluhan
dari pembeli
e. Bantuan teknik yang
diberikan
f. Informasi
harga yang diberikan
3. Keadaan material
a. Kualitas
material
b. Keseragaman material
c. Jaminan dari pemasok
d. Keadaan
pengepakan (pembungkusan)
Dari ketiga kriteria
tersebut, bobot (berdasarkan tingkat kepentingan) yang terbesar diberikan pada
kriteria keadaan material, karena keadaan material akan mempengaruhi kinerja
fungsi produksi dan operasi khususnya kualitas produk. Selanjutnya dilakukan
penilaian untuk setiap indikator dan dihitung total skornya. Syarat berikutnya
adalah pemilihan distributor sebagai
perantara produk perusahaan sampai ke tangan konsumen akhir. Intensitas
saluran distribusi yang ideal bagi suatu perusahaan adalah bagaimana
menyajikan jenis produk secara luas dalam pemuasan kebutuhan konsumen.
Penggunaan distributor yang terlalu sedkit dapat membatasi penyebaran jenis
produk dalam aktivitas pemasaran. Sebaliknya, penggunaan distributor yang
terlalu banyak dapat mengganggu brand
image dalam posisinya berkompetisi. Satu kunci yang penting dalam mengelola
saluran distribusi adalah menentukan berapa banyak saluran distribusi yang
dikembangkan serta membentuk suatu pola kemitraan yang menunjang pemasaran
suatu produk dalam area pemasaran tertentu.
Satu lagi persyaratan
yang penting dalam penerapan SCM adalah transparansi
arus informasi. Untuk dapat mendukung arus informasi yang transparan dari
seluruh mata rantai yang terlibat dalam SCM diperlukan komitmen (dapat dicapai
melalui kemitraan dan kesepakatan) disertai dengan ketersediaan database. Konsep
database yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya kumpulan data yang dikelola
dan dikendalikan secara terpusat, melainkan data tersebut harus memenuhi lima
kriteria sebagai berikut: 1 Ketersediaan, kapanpun diperlukan harus tersedia
disertai dengan kemudahan akses. 2 Kemampuan dipergunakan untuk berbagi
kebutuhan terkait. 3 Kemampuan data untuk selalu berkembang dalam konteks yang
efektif. 4 Jumlah data tidak tergantung kondisi fisik penyimpan data
(penyimpan data yang harus menyesuaikan jumlah data). 5 Konsistensi dan
validitas data
F. Hambatan dalam Supply
Chain Management (SCM)
SCM
merupakan sesuatu yang sangat kompleks sekali, dimana banyak hambatan yang
dihadapi dalam implementasinya, sehingga dalam implementasinya memang
membutuhkan tahapan mulai tahap perancangan sampai tahap evaluasi dan
continuous improvement. Selain itu implementasi SCM membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak mulai dari internal dalam hal ini seluruh manajemen puncak dan
eksternal, dalam hal ini seluruh partner yang ada. Berikut ini merupakan
hambatan-hambatan yang akan dialami dalam implementasi SCM yang semakin
menguatkan argument bahwa implementasi SCM memang membutuhkan dukungan berbagai
pihak:
1. Incerasing Variety of Products. Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada pelanggan (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segmen pada pelanggan, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.
2. Decreasing Product Life Cycles. Menurunnya daur hidup sebuah produk membuat perusahan semakin kerepotan dalam mengatur strategi pasokan barang, karena untuk mengatur pasokan barang tertentu maka perusahaan membutuhkan waktu yang tertentu juga. Daur hidup produk diartikan sebagai umur produk tersebut dipasaran.
3. Increasingly Demand Customer. Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).
4. Fragmentation of Supply Chain Ownership. Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masing-masing kepentingan, sehingga hal ini mebuat Supply chain mangement semakin rumit dan kompleks.
5. Globalization. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.
G.
Bullwhip Effect
Bullwhip effect merupakan istilah yang digunakan dalam dunia inventory yang
mendifinisikan bagaimana pergerakan demand dalam supply chain. Bullwhip yaitu
cambuk, alat untuk mengendalikan sapi atau banteng. Konsepnya adalah adalah
suatu keadaan yang terjadi dalam supply chain, dimana permintaan dari customer
mengalami perubahan, baik semakin banyak atau semakin sedikit, perubahan ini menyebabkan
distorsi permintaan dari setiap stage supply chain. Distorsi tersebut
menimbulkan efek bagi keseluruhan stage supply chain yaitu permintaan yang
tidak akurat. Menurut Baihaqi, Bullwhip effect adalah adalah suatu fenomena dimana
satu lonjakan kecil di level konsumen akan mengakibatkan lonjakan yang sangat
tajam di level yang jauh dari konsumen. Efek dari kondisi ini
adalah semakin tidak akuratnya data permintaan. Berikut Ilustrasinya,
Penyebab
Fenomena Bullwhip effect:
1. Planning, dari sisi planning penyebab fenomena ini adalah adanya
perubahan forecast demand, dengan perubahan forecast
demand, dimana ketika demand atau permintaan berubah di sisi si perusahaan
juga mempertimbangkan safety stock yang ada, pastinya akan meningkatkan total
permintaan perusahaan ke produsen.
2. Behavior, penyebab dari kondisi aktual adalah
adanya variasi harga dalam supply chain dan adanya shortage, contohnya promosi.
Promosi menyebabkan perubahan demand yang tidak seperti biasanya.
Dalam kondisi apapun, sebisa mungkin
dalam supply chain hal ini harus diminimalkan. Ada beberapa penyebab yang lebih
detail lagi berkaitan dengan bullwhip effect yaitu demand forecast updating,
order batching, price variation, Rationing dan shortage gaming, material lead
time, information lead time, machine breakdown, capacity limits dan jumlah
stage dalam supply chain. Namun dari beberapa penyebab di atas yang mempunyai
pengaruh terbesar dalam terjadinya bullwhip effect adalah demand forecasting
updating, jumlah stage dalam supply chain dan variasi harga.
H. Dampak Teknologi Terhadap SCM
Dengan mengadakan
kerjasama dengan supplier (supplier
partnership) dan juga mengembangkan strategic alliance
dapat menjamin lancarnya pergerakan barang dalam supply chain. Perkembangan
bisnis supply chain tidak bisa
dilepaskan dari teknologi informasi.
Kemajuan teknologi informasi telah melahirkan prinsip-prinsip supply
chain. Antara lain : Business to Business (B2B), Business to Customer (B2C) dan e-commerce
Supply chain. Perusahaan e-commerce sangat tepat dalam
melakukan manajemen Supply chain. Bahkan kalau dilihat dari
sejarahnya, justru kemajuan teknologi inilah yang melahirkan prinsip-prinsip
dasar dari manajemen supply chain. Alasannya cukup sederhana, yaitu karena
esensi dari pengintegrasian berbagai proses dan entiti bisnis di dalam domain
supply chain management adalah melakukan “share” terhadap informasi yang
dimiliki dan dihasilkan oleh berbagai pihak. Teknologi komputer dan
telekomunikasi yang sangat cepat berkembang membuat penciptaan dan penyebaran
informasi menjadi semakin cepat, murah, dan berkualitas baik. Secara umum,
peranan teknologi informasi di dalam manajemen supply chain dapat dilihat dari
dua perspektif besar:
1.
Perspektif Teknis
Dilihat dari sisi teknis, ada dua hal fungsi dari teknologi informasi
yang harus dipenuhi, yaitu fungsi penciptaan dan fungsi penyebaran.
a.
Fungsi Penciptaan
Aspek-aspek yang harus dapat dilakukan oleh teknologi
informasi adalah sebagai berikut:
Teknologi informasi harus mampu menjadi medium atau sarana untuk mengubah
fakta-fakta atau kejadian-kejadian sehari-hari yang dijumpai dalam bisnis
perusahaan ke dalam format data kuantitatif.
Ada dua cara umum yang biasa dipergunakan, yaitu secara manual dan
otomatis. Yang dimaksud dengan manual adalah dilibatkannya seorang user untuk
melakukan data entry terhadap fakta-fakta relevan di dalam aktivitas
sehari-hari yang dipandang perlu untuk direkam. Misalnya catatan pengeluaran
keuangan, keluhan pelanggan, pesanan konsumen, pengeluaran barang dari gudang,
dan lain sebagainya. Sementara yang dimaksud dengan cara otomatis di sini
adalah jika berbagai teknologi dipergunakan sebagai alat untuk merekam fakta dan
mengubahnya menjadi data tanpa harus melibatkan unsur manusia sebagai data
entry. Contohnya adalah penggunaan barcode untuk kode barang, smart card untuk
data pelanggan, kartu kredit untuk pembayaran, dan lainsebagainya.
·Teknologi harus mampu
merubah data mentah yang telah dikumpulkan tersebut menjadi informasi yang
relevan bagi setiap penggunanya (stakeholders), yaitu manajemen, staf,
konsumen, mitra bisnis, pemilik perusahaan, dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Bentuk pengolahan data menjadi informasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti melakukan pengelompokkan data sejenis, mendeskripsikan
kumpulan data dalam bentuk statistik, membuat ringkasan data berdasarkan
kelompok tertentu, memperlihatkan karakteristik data dari berbagai perspektif,
dan lain sebagainya. Bagi manajemen dan staf perusahaan, informasi hasil olahan
data ini merupakan data mentah yang dibutuhkan untuk mengambil
keputusan-keputusan strategismaupun taktis.
·Hasil dari pengambilan keputusan
akan memberikan berbagai dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja
bisnis perusahaan. Informasi yang dihasilkan dari pengolahan data sehari-hari
dilengkapi dengan pengalaman (jam terbang) dan intelektualitas sang pengambil
keputusan pada akhirnya akan menjadi sebuah pengetahuan atau knowledge bagi
yang bersangkutan. Feedback dari hasil pengambilan keputusan ini sangat baik
untuk diketahui oleh berbagai pihak yang berkepentingan di dalam perusahaan.
Hasil pengambilan keputusan yang baik harus menjadi contoh bagi orang lain di
dalam perusahaan, sementara hasil yang buruk harus pula dipelajari agar tidak
terjadi kembali di kemudian hari. Adalah tugas teknologi informasiselanjutnya,
untuk mengolah informasi yang diperoleh dengan berbagai konteks organisasi yang
ada, menjadi sebuah knowledge yang dapat diakses oleh semua pihak di dalam
perusahaan.
Akhirnya, kumpulan dari knowledge
yang diperoleh dan dipelajari selama perusahaan beroperasi akan menjadi suatu
bekal “kebijaksanaan” (wisdom) yang tidak ternilai harganya. Wisdom yang diperoleh
merupakan hasil dari pembelajaran sebuah organisasi (learning organisation)
yang akan merupakan identitas perusahaan di masa mendatang. Wisdom yang
tertanam di masing-masing individu pelaku aktivitas bisnis sehari-hari
diharapkan akan membuat perusahaan terkait menjadi sebuah organisasi yang
selalu meningkat kinerjanya. Merubah knowledge menjadi wisdom merupakan tugas
teknologi informasi yang terakhir dalam proses penciptaan. Telah banyak
aplikasi-aplikasi dalam kategori artificial intelligence dan expert system
yangtelah diimplementasikan di berbagai perusahaan multi nasional untuk
menggantikan fungsi manusia dalam mengambil keputusan-keputusan kritikal di
dalam bisnis
b.
Fungsi Penyebaran
Terhadap entiti-entiti fakta, data, informasi, knowledge, dan wisdom
tersebut, teknologi informasi memiliki fungsi-fungsi yang berhubungan dengan
aspek penyebaran sebagai berikut:
·Gathering. Teknologi informasi harus memiliki
fasilitas-fasilitas yang mampu untuk mengumpulkan entiti-entiti tersebut dan
meletakkannya di dalam suatu media penyimpan digital. Media penyimpan tersebut
harus mampu untuk menangkap berbagai karakteristik unik dari entiti-entiti
terkait, yang biasa direpresentasikan dalam berbagai bentuk format media
(multi-media), seperti: teks, suara (audio), citra (image), gambar bergerak
(video), dan lain-lain.
·Organising. Untuk memudahkan pencarian terhadap
entiti-entiti tersebut di kemudian hari, teknologi informasi harus memiliki
mekanisme baku dalam mengorganisasikan penyimpanan entiti-entiti tersebut di
dalam media penyimpan. Konsep-konsep struktur data, database, dan sistem berkas
merupakan dasar-dasar ilmu yang kerap dipergunakan sehubungan dengan kebutuhan
ini.
·Selecting. Di saat berbagai pihak di dalam
perusahaan membutuhkan entiti-entiti tersebut, teknologi informasi harus
menyediakan fasilitas untuk memudahkan pencarian dan pemilihan. Teknologi
portal merupakan salah satu cara yang sedang digemari oleh perusahaan dalam
memecahkan permasalahan ini.
·Synthesizing. Tidak jarang para pengambil keputusan
membutuhkan lebih dari satu entiti (gabungan beberapa entiti) untuk
memudahkannya melihat situasi bisnis perusahaan. Contohnya adalah seorang
manajer yang membutuhkan peta jalur distribusi rekanannya yang dilengkapi
dengan data lengkap karakteristik masing-masing jalur. Di sini dibutuhkan
gabungan antara media gambar (image) dengan teks. Teknologi informasi harus
mampu memenuhi kebutuhan manajer ini dalam menggabungkan beberapa entiti
menjadi satu paket kesatuan yang terintegrasi.
·Distributing. Akhirnya, teknologi informasi harus
memiliki infrastruktur yang dapat menyalurkan berbagai entiti dari tempat
disimpannya entiti-entiti tersebut ke pihak-pihak yang membutuhkannya. Proses
menyebarkan entiti ini harus pula memperhatikan tingkat kebutuhannya, seperti
kecepatan akses, penting tidaknya entiti, dan lain sebagainya. Untuk dapat
mendistribusikan entiti multi media misalnya, dibutuhkan suatu media transmisi
berpita lebar (high bandwidth) agar performa penyebaran dapat efektif.
2.
Perspektif Manajerial
Dilihat dari sisi bisnis dan manajerial, terutama dalam kaitannya dengan
Manajemen Supply Chain, ada 4 (empat)
peranan yang diharapkan perusahaan dari implementasi efektif sebuah teknologi
informasi.
a.
Minimize Risks
Setiap bisnis memiliki resiko, terutama yang berkaitan dengan
faktor-faktor keuangan. Pada umumnya resiko berasal dari adanya ketidakpastian
dalam berbagai hal dan aspek-aspek eksternal lain yang berada di luar kontrol
perusahaan. Contohnya adalah kurs mata uang yang berfluktuasi, perilaku
konsumen yang dinamis, jadwal pemasokan barang yang tidak selalu ditepati,
jumlah permintaan produk yang tak menentu, dan lain-lain. Saat ini berbagai
jenis aplikasi telah tersedia untuk mengurangi resiko-resiko yang kerap
dihadapi oleh bisnis, seperti: forecasting, financial advisory, market review,
planning expert, dan lain-lain. Problem-problem klasik inventori seperti
permasalahan lead time, stok barang, jalur distribusi pun telah tersedia
aplikasinya yang biasanya menggunakan pendekatan simulasi. Kehadiran teknologi
informasi selain harus mampu membantu perusahaan untuk mengurangi resiko bisnis
yang ada, perlu pula menjadi sarana untuk membantu manajemen dalam
mengelolaresiko (managing risks) yang dihadapi sehari-hari.
b.
Reduce Costs
Tawaran lain yang ditawarkan oleh teknologi informasi adalah perbaikan
efisiensi dan optimalisasi proses-proses bisnis di perusahaan. Peranan
teknologi informasi sebagai katalisator dalam berbagai usaha mengurangi
biaya-biaya operasional perusahaan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap profitabilitas
perusahaan. Sehubungan dengan hal ini, biasanya ada empat cara yang ditawarkan
oleh teknologi informasi untuk mengurangi biaya-biaya yang kerap dikeluarkan
untuk kegiatan operasional sehari-hari. Keempat cara tersebut adalah sebagai
berikut:
●
Eliminasi Proses. Implementasi berbagai komponen teknologi informasi mampu
untuk menghilangkan atau mengeliminasi proses-proses yang dirasa tidak perlu
(non value added processes). Contohnya adalah penyediaan ATM untuk mengurangi
antrian nasabah di teller masing-masing bank, atau call center untuk
menggantikan fungsi customer service dalam menghadapi keluhan pelanggan.
●
Simplifikasi Proses. Berbagai proses yang panjang dan berbelit-belit
(birokratik) biasanya dapat disederhanakan dengan mengimplementasikan berbagai
komponen teknologi informasi (database dan aplikasi misalnya). Sebut saja
rangkaian proses permohonan kredit di bank hingga persetujuannya yang biasanya
harus melalui beberapa meja, dapat dipersingkat dengan menggunakan aplikasi
intranet. Atau proses transfer uang dari satu bank ke bank lainnya yang kerap
harus melalui teller kini dapat dilakukan melalui situs bank terkait di
internet.
●
Integrasi Proses. Teknologi informasi juga mampu melakukan pengintegrasian
beberapa proses menjadi satu sehingga terasa lebih cepat dan praktis (secara
langsung meningkatkan kepuasan pelanggan). Contohnya adalah proses permohonan
Surat Ijin Mengemudi. Di negara maju, rangkaian proses serial semacam
pengambilan foto, sidik jari, tanda tangan, berat badan, dan tinggi badan,
telah dapat dilakukan secara simultan. Seorang pelamar tidak harus menghabiskan
waktunya antre dari satu tempat ke tempat lainnya untuk melakukan rangkaian
kegiatan di atas, tetapi cukup berdiri saja di suatu tempat dengan posisi
tertentu, sehingga pemotretan, pengambilan sidik jari, penimbangan berat dan
tinggi badan, serta penandatanganan dapat dilakukan secara bersamaan karena
adanya perangkatdigital.
●
Otomatisasi Proses. Mengubah proses manual menjadi otomatis merupakan tawaran
klasik dari teknologi informasi. Contohnya adalah aplikasi robotika di industri
manufaktur untuk menggantikan manusia, atau fuzzy logic untuk menggantikan fungsi
berbagai mesin dan peralatan, atau scanner untuk menggantikan fungsi mata
manusia dalam meletakkan dan mencari barang di gudang, dan lain sebagainya.
c.
Add Value
Peranan selanjutnya dari teknologi informasi adalah untuk menciptakan
value bagi pelanggan perusahaan. Tujuan akhir dari penciptaan value tidak
sekedar untuk memuaskan pelanggan saja (customer satisfaction), tetapi lebih
jauh untuk menciptakan loyalitas (customer loyalty) sehingga pelanggan tersebut
bersedia untuk selalu menjadi konsumen perusahaan untuk jangka waktu yang
panjang (customer bonding). Kemampuan menciptakan relasi secara one-to-one
antara perusahaan dengan pelanggan merupakan kunci dalam menjalin hubungan
interaksi yang bermanfaat di mata pelanggan, selain usaha perusahaan untuk selalu
menciptakan produk atau jasa yang lebih murah, lebih baik, dan lebih cepat
(cheaper, better, faster) dibandingkan dengan kompetitor bisnisnya. Yang perlu
diperhatikan di sini adalah bahwa yang menentukan value atau tidaknya sebuah
pelayanan atau proses adalah pelanggan atau pasar, bukan internal perusahaan,
sehingga teknologi informasi selain harus mampu menciptakanvalue tersebut,
dapat pula menjadi sarana efektif untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat
ditransformasikan menjadi value bagi pelanggan perusahaan.
d.
Create New Realities
Perkembangan teknologi informasi yang terakhir ditandai
dengan pesatnya teknologi internet, telah mampu menciptakan suatu arena
bersaing baru bagi perusahaan, yaitu di dunia maya. Berbagai konsep e-business
semacam e-commerce, e-procurement, e-customers, e-loyalty, dan lain-lain pada
dasarnya meruapakan suatu cara memandang baru di dalam menanggapi mekanisme
bisnis di era globalisasi informasi. Price Waterhouse Coopers mengidentifikasi
empat tahapan evolusi yang akan dihadapi oleh perusahaan modern karena
berkembangnya teknologi informasi, yaitu:
● Channel Enhancement – bagaimana teknologi informasi
menyediakan kanal-kanal atau cara-cara baru dalam menjalin relasi antara para
pelaku bisnis yang kesemuanya terkoneksi dengan arena bisnis baru di dunia maya
tanpa mengenal kendala waktu dan ruang (time and space);
● Value-Chain Integration – bagaimana berbagai perusahaan di
dunia melalui dunia maya membentuk suatu jejaring bisnis (internetworking) yang
saling bekerja sama untuk menciptakan produk atau jasa yang semakin lama
semakin murah, cepat, dan berkualitas baik;
● Industry Transformation – bagaimana dampak dari berbagai
kemungkinan bisnis dan kerja sama antar perusahaan membawa perusahaan untuk
melakukan redefinisi terhadap bisnis inti (core business) berdasarkan
kompetensinya masing-masing, karakteristik produk dan jasa, serta segmentasi
industri yang berkembang
● Convergence – bagaimana berbagai industri-industri yang
terdahulu tersegmentasi menjadi saling bersinergi dan berkonvergensi akibat
berbagai inovasi-inovasi produk dan jasa baru yang mungkin diciptakan dengan
kehadiran teknologi informasi (across the industry boundaries).
0 komentar:
Posting Komentar